Selasa, 27 Agustus 2013

DOCTORS ZAKIR NAIK

Siapa sih yang tidak mengenal seorang Dokter Zakir Naik. Nama lengkapnya adalah Zakir Abdul Karim Naik. Seorang Dokter Medis sebagai profesinya namun sesungguhnya ia adalah seorang Ulama yang memiliki ilmu Agama yang sangat luar biasa. Beliau adalah ahli hadist. Untuk biografi lengkapnya anda bisa  membacanya disini

Mungkin saja Anda tidak mengenal beliau. Namun taukah anda bagi semua tokoh-tokoh seluruh Agama PASTI sangat mengenal beliau. Yeah…. Itulah kekurang kita. Jika ditanya siapa pemeran tokoh Iron Man…?? Tidak akan sulit untuk mengatakan siapa dia… hohoho ^-^

Mungkin sejatinya beliau adalah seorang yang memang Alloh SWT ciptakan dikalangan Umat Islam sebagai pendebat yang sangat ditakutkan oleh seluruh tokoh-tokoh Agama lain. Bagaimana tidak, beliau, akan sangat mudah dan piawai dalam urusan hal ini. Dengan menghafal seluruh isi Kitab Suci Al-Qur’an dan bahkan menghafal sebagian beberapa kvitab-kitab Agama yang lain. Otak yang dimiliki beliau mampu mengolah semuanya bagaikan prosesor Super Snap Dragon.part II  :P

Beliau sangat piawai dalam menjelaskan perkara-perkara Agama dari sudut pandang segala arah. Dari sudut pandang Sastra, budaya, tehnologi, sain, arkeologi, geologi, , fisika, logika dan masih buanyak lagi dan bahkan… dari kitab-kitab Agama lain untuk memahamkan bagaimana ISLAM adalah agama yang Hak.

Baik, sebagai bukti bahwa sepak terjang beliau dalam kontribusinya untuk Agama ini kita bisa menyaksikan dalam sebuah video debat terbuka yang dihadiri oleh ratusan kalangan Umat Islam dan Kristen. Ini duel yang sangat fantastic. Asyiknya lagi, video ini udah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.  mempermudah bagi kita { (O,0) kita…??? Situ aja kale… heheee…} iya, terutama saya yang kaga mudeng bahasa Ingris… untuk yang menggunakan browser non flash seperti operamini saya sediakan link video dari youtube..... Video Zakir Naik VS Wiliam cample

Senin, 12 Agustus 2013

Ini bukan sejatinya aku



Ini bukan sejatinya aku.
Dan tidak dapat kutemui sebuah kata Meskipun itu dibak sampah diperut bangkai...

Namun baiklah aku akan bercerita.... Dirimu yang memikirkan manusia lain sebelum dirimu...
Dirimu yang mementingkan manusia lain dan tidak dirimu...
Dirimu yang memanusiakan manusia lain hingga kau jadi binatang usang......

Diriku terhenyak menyaksikan kau benar-benar jadi seperti binatang...

Dimana manusia........ ??
Telah minggat tampa ampun meninggalkan kotoran dimukamu....

Namun, dalam perih dimatamu.
Engkau tetap kasih...
Engkau tetap sayang...
Yang masuk hitunganpun yang tidak

Ini bukan sejatinya aku....
Perih luka hina hingga jadi binatang karna engkau berjalan disampingku......
Aku pergi.............

Karna aku bukan binatang......
Karna kau bukan binatang......

Ini, bukan sejatinya aku...........

Kamis, 25 Juli 2013

WAHABI BERTANYA....

,WAHABI: “Mengapa Anda Tahlilan? Bukankah Imam al-Syafi’i melarang Tahlilan?”

SUNNI: “Setahu saya, Imam al-Syafi’i tidak pernah melarang Tahlilan. Anda pasti berbohong dalam perkataan Anda tentang larangan Tahlilan oleh Imam al-Syafi’i.”

WAHABI: “Bukankah dalam kitab-kitab madzhab Syafi’i telah diterangkan, bahwa selamatan selama tujuh hari kematian
itu bid’ah yang makruh, dan beliau juga berpendapat bahwa hadiah pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayit?”

SUNNI: “Nah, terus di mana letaknya Imam al-Syafi’i melarang Tahlilan? Apakah seperti yang Anda jelaskan itu? Kalau seperti itu maksud Anda, berarti Anda membesar-besarkan persoalan yang semestinya tidak perlu dibesar-
besarkan. “

WAHABI: “Kenapa begitu?”

SUNNI: “Madzhab Syafi’i dan beberapa madzhab lain memang memakruhkan suguhan makanan oleh keluarga mayit kepada para pentakziyah. Hukum makruh, artinya kan
boleh dikerjakan, hanya kalau ditinggalkan mendapatkan pahala. Kan begitu? Anda harus tahu, dalam beragama itu tidak cukup mematuhi hukum dengan cara meninggalkan
yang makruh. Tetapi juga harus melihat situasi dan adat istiadat masyarakat. Oleh karena itu, apabila adat istiadat masyarakat menuntut melakukan yang makruh itu, maka tetap harus dilakukan, demi menjaga kekompakan,
kebersamaan dan kerukunan dengan masyarakat sesama Muslim.”

WAHABI: “Kalau begitu, Anda lebih tunduk kepada hukum adat dari pada hukum agama.”

SUNNI: “Sepertinya Anda belum mengerti maksud perkataan saya.”

WAHABI: “Kok justru saya dianggap tidak mengerti?”

SUNNI; “Memang begitu kenyataannya. Anda belum faham. Agar Anda dapat memahami dengan baik, sekarang saya bertanya kepada Anda. Madzhab apa yang diikuti oleh kaum
Wahabi di Saudi Arabia dalam bidang fiqih? “

WAHABI: “Yang jelas Madzhab Hanbali.”

SUNNI: “Bagus kalau begitu, Anda sedikit mengerti. Begini, diantara kitab-kitab klasik yang ditulis oleh ulama madzhab Hanbali, adalah kitab al-Adab al-Syar’iyyah, karya Ibnu
Muflih al-Maqdisi. Kitab ini diterbitkan oleh pemerintahan Saudi Arabia, dan didistribusikan secara gratis kepada umat Islam. Dalam kitab tersebut terdapat keterangan begini;
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﺑْﻦُ ﻋَﻘِﻴﻞٍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻔُﻨُﻮﻥِ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﺒَﻐِﻲ ﺍﻟْﺨُﺮُﻭﺝُ ﻣِﻦْ ﻋَﺎﺩَﺍﺕِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ
ﺇﻟَّﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝَ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺗَﺮَﻙَ ﺍﻟْﻜَﻌْﺒَﺔَ
ﻭَﻗَﺎﻝَ )ﻟَﻮْﻟَﺎ ﺣِﺪْﺛَﺎﻥُ ﻗَﻮْﻣِﻚِ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔَ ( ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻋُﻤَﺮُ ﻟَﻮْﻟَﺎ ﺃَﻥْ ﻳُﻘَﺎﻝَ ﻋُﻤَﺮُ
ﺯَﺍﺩَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻟَﻜَﺘَﺒْﺖُ ﺁﻳَﺔَ ﺍﻟﺮَّﺟْﻢِ. ﻭَﺗَﺮَﻙَ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﺍﻟﺮَّﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻗَﺒْﻞَ
ﺍﻟْﻤَﻐْﺮِﺏِ ﻟِﺈِﻧْﻜَﺎﺭِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻟَﻬَﺎ، ﻭَﺫَﻛَﺮَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻔُﺼُﻮﻝِ ﻋَﻦْ ﺍﻟﺮَّﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻗَﺒْﻞَ
ﺍﻟْﻤَﻐْﺮِﺏِ ﻭَﻓَﻌَﻞَ ﺫَﻟِﻚَ ﺇﻣَﺎﻣُﻨَﺎ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﺛُﻢَّ ﺗَﺮَﻛَﻪُ ﺑِﺄَﻥْ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺃَﻳْﺖ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﻟَﺎ
ﻳَﻌْﺮِﻓُﻮﻧَﻪُ، ﻭَﻛَﺮِﻩَ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﻗَﻀَﺎﺀَ ﺍﻟْﻔَﻮَﺍﺋِﺖِ ﻓِﻲ ﻣُﺼَﻠَّﻰ ﺍﻟْﻌِﻴﺪِ ﻭَﻗَﺎﻝَ:
ﺃَﺧَﺎﻑُ ﺃَﻥْ ﻳَﻘْﺘَﺪِﻱَ ﺑِﻪِ ﺑَﻌْﺾُ ﻣَﻦْ ﻳَﺮَﺍﻩُ . )ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻔﻘﻴﻪ ﺍﺑﻦ ﻣﻔﻠﺢ
ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ، ﺍﻵﺩﺍﺏ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ، ٢ / ٤٧ )

“Imam Ibnu ‘Aqil berkata dalam kitab al-Funun, “Tidak baik keluar dari tradisi masyarakat, kecuali tradisi yang haram,
karena Rasulullah SAW telah membiarkan Ka’bah dan berkata, “Seandainya kaummu tidak baru saja meninggalkan masa-masa Jahiliyah…” Sayyidina Umar berkata: “Seandainya orang-orang tidak akan berkata, Umar menambah al-Qur’an, aku akan menulis ayat rajam di dalamnya.” Imam Ahmad
bin Hanbal meninggalkan dua raka’at sebelum maghrib karena masyarakat mengingkarinya. Dalam kitab al-Fushul disebutkan tentang dua raka’at sebelum Maghrib bahwa Imam kami Ahmad bin Hanbal pada awalnya melakukannya, namun kemudian meninggalkannya, dan beliau berkata, “Aku melihat orang-orang tidak mengetahuinya.” Ahmad bin Hanbal juga memakruhkan melakukan qadha’ shalat dimushalla pada waktu dilaksanakan shalat id (hari raya).
Beliau berkata, “Saya khawatir orang-orang yang melihatnya akan ikut-ikutan melakukannya.” (Al-Imam Ibn Muflih al-
Hanbali, al-Adab al-Syar’iyyah, juz 2, hal. 47).
Dalam pernyataan di atas jelas sekali, tidak baik meninggalkan tradisi masyarakat selama tradisi tersebut tidak haram. Suguhan makanan kepada pentakziyah itu hanya makruh, tidak haram. Karena hal itu sudah
mentradisi, ya kita ikuti saja. Kata pepatah Arab, tarkul-’adah ‘adawah (meninggalkan adat istiadat dapat menimbulkan permusuhan).”

WAHABI: “Tapi kan lebih baik tidak perlu suguhan makanan, agar tidak makruh.”

SUNNI: “Anda keras kepala. Tidak mengerti pembicaraan orang. Coba Anda pahami perkataan Ibnu Aqil dalam al-Funun di atas. Di antara dasar mengapa, kita dianjurkan
mengikuti tradisi selama tidak haram, adalah hadits yang berbunyi:
ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬﺎ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ
ﻗَﺎﻝَ ﻟَﻬَﺎ ﺃَﻟَﻢْ ﺗَﺮَﻱْ ﺃَﻥَّ ﻗَﻮْﻣَﻚِ ﻟَﻤَّﺎ ﺑَﻨَﻮْﺍ ﺍﻟْﻜَﻌْﺒَﺔَ ﺍﻗْﺘَﺼَﺮُﻭﺍ ﻋَﻦْ ﻗَﻮَﺍﻋِﺪِ
ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﻟَﺎ ﺗَﺮُﺩُّﻫَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﻮَﺍﻋِﺪِ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻗَﺎﻝَ
ﻟَﻮْﻟَﺎ ﺣِﺪْﺛَﺎﻥُ ﻗَﻮْﻣِﻚِ ﺑِﺎﻟْﻜُﻔْﺮِ ﻟَﻔَﻌَﻠْﺖُ. ) ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ )

“Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Apakah kamu tidak tahu, bahwa ketika kaummu membangun Ka’bah, tidak sempurna pada pondasi
yang dibangun oleh Nabi Ibrahim AS.” Aku berkata: “Wahai Rasulullah, apakah tidak engkau kembalikan Ka’bah kepada
pondasi Nabi Ibrahim?” Beliau menjawab: “Seandainya bukan karena kaummu baru meninggalkan kekufuran, pasti aku lakukan.” HR al-Bukhari dan Muslim.

Dalam hadits di atas dijelaskan, bahwa Rasulullah SAW tidak merekonstruksi Ka’bah agar sesuai dengan Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim AS, hanya karena khawatir
menimbulkan fitnah, karena kaumnya baru meninggalkan masa-masa Jahiliyah. Sampai sekarang Ka’bah yang ada, lebih kecil dari Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim AS.
Ka’bah saja, yang merupakan kiblat umat Islam dalam menunaikan shalat dan ibadah haji, dibiarkan oleh Rasulullah SAW, karena alasan tradisi, apalagi masalah kenduri tujuh hari, yang hukumnya hanya makruh.
Persoalan Ka’bah jelas lebih besar dari selamatan Tahlilan.”

WAHABI: “Tapi dengan adanya selamatan selama tujuh hari, itu berarti meninggalkan Sunnah atau melakukan makruh yang disepakati.”

SUNNI: “Siapa bilang selamatan tujuh hari itu makruh yang disepakati? Dalam masalah ini masih terdapat beberapa pendapat. Berikut rinciannya: Tidak semua kaum salaf memakruhkan hidangan makanan yang dibuat oleh keluarga si mati untuk orang-orang yang
berta’ziyah. Dalam masalah ini ada khilafiyah di kalangan mereka. Pandangan-pandangan tersebut antara lain sebagai berikut ini:

-Pertama, riwayat dari Khalifah Umar bin al-Khatthab yang berwasiat agar disediakan makanan bagi mereka yang berta’ziyah. Al-Imam Ahmad bin Mani’ meriwayatkan:
ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺄَﺣْﻨَﻒِ ﺑْﻦِ ﻗَﻴْﺲٍ ﻗَﺎﻝَ ﻛُﻨْﺖُ ﺃَﺳْﻤَﻊُ ﻋُﻤَﺮَ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻳَﻘُﻮْﻝُ
ﻻَ ﻳَﺪْﺧُﻞُ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦْ ﻗُﺮَﻳْﺶٍ ﻓِﻲْ ﺑَﺎﺏٍ ﺇِﻟَّﺎ ﺩَﺧَﻞَ ﻣَﻌَﻪُ ﻧَﺎﺱٌ ﻓَﻼَ ﺃَﺩْﺭِﻱْ ﻣَﺎ
ﺗَﺄْﻭِﻳْﻞُ ﻗَﻮْﻟِﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﻃُﻌِﻦَ ﻋُﻤَﺮُ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻓَﺄَﻣَﺮَ ﺻُﻬَﻴْﺒًﺎ ﺭﺿﻲ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃَﻥْ ﻳُﺼَﻠِّﻲَ ﺑِﺎﻟﻨَّﺎﺱِ ﺛَﻼَﺛًﺎ ﻭَﺃَﻣَﺮَ ﺃَﻥْ ﻳُﺠْﻌَﻞَ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻃَﻌَﺎﻣﺎً
ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺭَﺟَﻌُﻮْﺍ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠَﻨَﺎﺯَﺓِ ﺟَﺎﺅُﻭْﺍ ﻭَﻗَﺪْ ﻭُﺿِﻌَﺖِ ﺍﻟْﻤَﻮَﺍﺋِﺪُ ﻓَﺄَﻣْﺴَﻚَ
ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻟِﻠْﺤُﺰْﻥِ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻫُﻢْ ﻓِﻴْﻪِ. ﻓَﺠَﺎﺀَ ﺍﻟْﻌَﺒَّﺎﺱُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻤُﻄَّﻠِﺐِ
ﻗَﺎﻝَ : ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻗَﺪْ ﻣَﺎﺕَ ﺭَﺳُﻮﻝ ﺍﻟﻠَّﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﻓَﺄَﻛَﻠْﻨَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻭَﺷَﺮِﺑْﻨَﺎ، ﻭَﻣَﺎﺕَ ﺃَﺑُﻮ ﺑَﻜْﺮٍ ﻓَﺄَﻛَﻠْﻨَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻭَﺷَﺮِﺑْﻨَﺎ، ﺃَﻳُّﻬَﺎ
ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻛُﻠُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡِ، ﻓَﻤَﺪَّ ﻳَﺪَﻩُ ﻭَﻣَﺪَّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱ ﺃَﻳْﺪِﻳَﻬُﻢ ﻓَﺄَﻛَﻠُﻮﺍ،
ﻓَﻌَﺮَﻓْﺖُ ﺗَﺄَﻭﻳﻞ ﻗَﻮﻟﻪ .
“Dari Ahnaf bin Qais, berkata: “Aku mendengar Umar berkata: “Seseorang dari kaum Quraisy tidak memasuki satu pintu, kecuali orang-orang akan masuk bersamanya.” Aku tidak mengerti maksud perkataan beliau, sampai akhirnya Umar ditusuk, lalu memerintahkan Shuhaib menjadi imam sholat selama tiga hari dan memerintahkan menyediakan makanan bagi manusia. Setelah mereka pulang dari jenazah Umar, mereka datang, sedangkan hidangan makanan telah disiapkan. Lalu mereka tidak jadi makan, karena duka cita
yang menyelimuti. Lalu Abbas bin Abdul Mutthalib datang dan berkata: “Wahai manusia, dulu Rasulullah SAW meninggal, lalu kita makan dan minum sesudah itu. Lalu
Abu Bakar meninggal, kita makan dan minum sesudahnya. Wahai manusia, makanlah dari makanan ini.” Lalu Abbas menjamah makanan itu, dan orang-orang pun menjamahnya
untuk dimakan. Aku baru mengerti maksud pernyataan Umar tersebut.” Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Mani’ dalam al-Musnad, dan dikutip oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, dalam al- Mathalib al-’Aliyah, juz 5 hal. 328 dan al-Hafizh al-Bushiri, dalam Ithaf al-Khiyarah al-Maharah, juz 3 hal. 289.

-Kedua, riwayat dari Sayyidah Aisyah, istri Nabi SAW ketika ada keluarganya meninggal dunia, beliau menghidangkanmakanan. Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya:
ﻋَﻦْ ﻋُﺮْﻭَﺓَ ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺯَﻭْﺝِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﻛَﺎﻧَﺖْ
ﺇِﺫَﺍ ﻣَﺎﺕَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖُ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻠِﻬَﺎ ﻓَﺎﺟْﺘَﻤَﻊَ ﻟِﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀُ ﺛُﻢَّ ﺗَﻔَﺮَّﻗْﻦَ ﺇِﻻَّ
ﺃَﻫْﻠَﻬَﺎ ﻭَﺧَﺎﺻَّﺘَﻬَﺎ ﺃَﻣَﺮَﺕْ ﺑِﺒُﺮْﻣَﺔٍ ﻣِﻦْ ﺗَﻠْﺒِﻴْﻨَﺔٍ ﻓَﻄُﺒِﺨَﺖْ ﺛُﻢَّ ﺻُﻨِﻊَ ﺛَﺮِﻳْﺪٌ
ﻓَﺼُﺒَّﺖْ ﺍﻟﺘَّﻠْﺒِﻴْﻨَﺔُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻛُﻠْﻦَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻓَﺈِﻧِّﻲْ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ
ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺍَﻟﺘَّﻠْﺒِﻴْﻨَﺔُ ﻣُﺠِﻤَّﺔٌ ﻟِﻔُﺆَﺍﺩِ ﺍﻟْﻤَﺮِﻳْﺾِ
ﺗُﺬْﻫِﺐُ ﺑَﻌْﺾَ ﺍﻟْﺤُﺰْﻥِ. ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ .

“Dari Urwah, dari Aisyah, istri Nabi SAW, bahwa apabila seseorang dari keluarga Aisyah meninggal, lalu orang-orang perempuan berkumpul untuk berta’ziyah, kemudian mereka berpisah kecuali keluarga dan orang-orang dekatnya, maka Aisyah menyuruh dibuatkan talbinah (sop atau kuah dari
tepung dicampur madu) seperiuk kecil, lalu dimasak. Kemudian dibuatkan bubur. Lalu sop tersebut dituangkan kebubur itu. Kemudian Aisyah berkata: “Makanlah kalian, karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Talbinah dapat menenangkan hati orang yang sakit dan menghilangkan sebagian kesusahan.” (HR. Muslim [2216]).
Dua hadits di atas mengantarkan pada kesimpulan bahwa pemberian makanan oleh keluarga duka cita kepada orang-orang yang berta’ziyah tidak haram. Khalifah Umar berwasiat, agar para penta’ziyah diberi makan. Sementara Aisyah, ketika ada keluarganya meninggal, menyuruh dibuatkan kuah dan bubur untuk diberikan kepada keluarga, orang-orang dekat dan teman-temannya yang
sedang bersamanya. Dengan demikian, tradisi pemberian makan kepada para penta’ziyah telah berlangsung sejak generasi sahabat Nabi SAW.

-Ketiga, tradisi kaum salaf sejak generasi sahabat yang bersedekah makanan selama tujuh hari kematian untuk meringankan beban si mati. Dalam hal ini, al-Imam Ahmad
bin Hanbal meriwayatkan dalam kitab al-Zuhd:
ﻋَﻦْ ﺳُﻔْﻴَﺎﻥَ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﻃَﺎﻭُﻭْﺱُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰ ﻳُﻔْﺘَﻨُﻮْﻥَ ﻓِﻲْ ﻗُﺒُﻮْﺭِﻫِﻢْ
ﺳَﺒْﻌﺎً ﻓَﻜَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﺴْﺘَﺤِﺒُّﻮْﻥَ ﺃَﻥْ ﻳُﻄْﻌَﻢَ ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﺗِﻠْﻚَ ﺍﻟْﺄَﻳﺎَّﻡَ .
“Dari Sufyan berkata: “Thawus berkata:“Sesungguhnya orang yang mati akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, karena itu mereka (kaum salaf) menganjurkan sedekah
makanan selama hari-hari tersebut.” Hadits di atas diriwayatkan al-Imam Ahmad bin Hanbal
dalam al-Zuhd, al-Hafizh Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ (juz 4 hal. 11), al-Hafizh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-Qubur (32), al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-’Aliyah
(juz 5 hal. 330) dan al-Hafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi (juz 2 hal. 178).

Menurut al-Hafizh al-Suyuthi, hadits di atas diriwayatkan secara mursal dari Imam Thawus dengan sanad yang shahih. Hadits tersebut diperkuat dengan hadits Imam Mujahid yang diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-
Qubur dan hadits Ubaid bin Umair yang diriwayatkan oleh Imam Waki’ dalam al-Mushannaf, sehingga kedudukan
hadits Imam Thawus tersebut dihukumi marfu’ yang shahih.

Demikian kesimpulan dari kajian al-Hafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi.
Tradisi bersedekah kematian selama tujuh hari berlangsung diKota Makkah dan Madinah sejak generasi sahabat, hingga abad kesepuluh Hijriah, sebagaimana dijelaskan oleh al-
Hafizh al-Suyuthi. Keempat, pendapat Imam Malik bin Anas, pendiri madzhab
Maliki, bahwa hidangan kematian yang telah menjadi tradisi masyarakat dihukumi jaiz (boleh), dan tidak makruh. Dalam konteks ini, Syaikh Abdullah al-Jurdani berkata:
ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﻣِﻨْﻪُ ﻣَﺎ ﺟَﺮَﺕْ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻌَﺎﺩَﺓُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﺈِﻣﺎَﻡِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻛَﺎﻟْﺠُﻤَﻊِ ﻭَﻧَﺤْﻮِﻫَﺎ
ﻭَﻓِﻴْﻪِ ﻓُﺴْﺤَﺔٌ ﻛَﻤَﺎ ﻗَﺎﻟَﻪُ ﺍﻟْﻌَﻼَّﻣَﺔُ ﺍﻟْﻤُﺮْﺻِﻔِﻲُّ ﻓِﻲْ ﺭِﺳَﺎﻟَﺔٍ ﻟَﻪُ .
“Hidangan kematian yang telah berlaku menjadi tradisi seperti tradisi Juma’ dan sesamanya adalah boleh menurut
Imam Malik. Pandangan ini mengandung keringanan sebagaimana dikatakan oleh al-Allamah al-Murshifi dalam risalahnya.” (Syaikh Abdullah al-Jurdani, Fath al-’Allam Syarh Mursyid al-Anam, juz 3 hal. 218).
Berdasarkan paparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa hukum memberi makan orang-orang yang berta’ziyah masih diperselisihkan di kalangan ulama salaf sendiri antara pendapat yang mengatakan makruh, mubah dan Sunnat. Dikalangan ulama salaf tidak ada yang berpendapat haram.
Bahkan untuk selamatan selama tujuh hari, berdasarkan riwayat Imam Thawus, justru dianjurkan oleh kaum salaf sejak generasi sahabat dan berlangsung di Makkah dan
Madinah hingga abad kesepuluh Hijriah.
Nah, dengan demikian, hukum suguhan makanan sebenarnya masih diperselisihkan di kalangan ulama. Kalau Anda kaum Wahabi terus memerangi suguhan makanan
dalam acara tujuh hari, justru Anda yang melanggar hukum agama.”

WAHABI: “Kok justru kami yang melanggar hukum agama?”

SUNNI: “Ya betul. Dalam kaedah fiqih disebutkan, laayunkaru al-mukhlatafu fiih wa innamaa yunkaru al-mujma’u ‘alaih (tidak boleh mengingkari hukum yang diperselisihkan
di kalangan ulama. Akan tetapi hanya hukum yang disepakati para ulama yang harus diprotes/ditolak).”

WAHABI: “Lalu bagaimana dengan pengiriman hadiah pahala bacaan al-Qur’an kepada mayit? Bukankah Imam al-Syafi’i melarang?”

SUNNI: “Imam al-Syafi’i tidak melarang apalagi
mengharamkan. Beliau hanya berpendapat bahwa pengiriman hadiah pahala bacaan al-Qur’an menurut beliau tidak sampai. Sementara menurut Imam Abu Hanifah, Malik
dan Ahmad bin Hanbal, dikatakan sampai. Banyak juga pengikut madzhab Syafi’i yang berpendapat sampai. Sedangkan pengiriman hadiah pahala selain al-Qur’an seperti sedekah, istighfar, shalawat, tahlil dan tasbih, semua ulama sepakat sampai. Jadi masalah ini persoalan kecil yang tidak perlu dibesar-besarkan. Dan perlu Anda ketahui, bahwa meskipun Imam al-Syafi’i berpendapat tidak sampai tentang pahala al-Qur’an, beliau
menganjurkan membaca al-Qur’an di kuburan seseorang, agar mendapatkan barokahnya bacaan al-Qur’an. Anda harus tahu masalah ini.”

WAHABI: “Mengapa kalian tidak konsisten dengan madzhab Syafi’i, dan tidak usah Tahlilan?”

SUNNI: “Anda benar-benar bodoh. Imam al-Syafi’i tidak melarang Tahlilan. Sudah saya katakan berkali-kali. Dan anda juga bodoh, bahwa dalam bermadzhab, tidak berarti
harus mengikuti semua pendapat Imam Madzhab secara keseluruhan. Tetapi mengikuti pendapat Imam Madzhab yang kuat dalilnya. Dalam madzhab Syafi’i ada kaedah,
apabila pendapat lama Imam al-Syafi’i (Qaul Qadim) bertentangan dengan pendapatnya yang baru (Qaul Jadid), maka yang diikuti adalah Qaul Jadid. Hanya dalam 12 masalah, para ulama mengikuti Qaul Jadid, karena dalilnya lebih kuat. Anda ini lucu, katanya tidak taklid kepada ulama, semata-mata mengikuti al-Qur’an dan Sunnah, tapi
Anda memaksa kami meninggalkan Tahlilan, dengan alasan Imam kami melarang Tahlilan.”

WAHABI: “Menurut salah seorang ustadz kami (Firanda), riwayat dari Khalifah Umar, tentang suguhan makanan oleh keluarganya kepada para pentakziyah, adalah dha’if. Mengapa Anda sampaikan?”

SUNNI: “Kami pengikut ahli hadits dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, bukan pengikut Wahabi seperti Anda. Coba Anda perhatikan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal:
ﺇﺫﺍ ﺭﻭﻳﻨﺎ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻼﻝ
ﻭﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻭﺍﻟﺴﻨﻦ ﻭﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﺗﺸﺪﺩﻧﺎ ﻓﻲ ﺍﻷﺳﺎﻧﻴﺪ ﻭﺇﺫﺍ ﺭﻭﻳﻨﺎ ﻋﻦ
ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﻓﻀﺎﺋﻞ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﻭﻣﺎ ﻻ ﻳﻀﻊ
ﺣﻜﻤﺎ ﻭﻻ ﻳﺮﻓﻌﻪ ﺗﺴﺎﻫﻠﻨﺎ ﻓﻲ ﺍﻷﺳﺎﻧﻴﺪ
Dalam pernyataan tersebut, yang diperketat dalam penerimaan riwayat itu, kalau berupa hadits dari Rasulullah

SAW. Berarti kalau bukan hadits Nabi SAW, seperti atsar Khalifah Umar, tidak perlu diperketat. Tolong Anda fahami dengan baik. Anda tahu Syaikh al-Albani?”

WAHABI: “Ya, kami tahu. Menurut kami beliau ulama besar dalam bidang hadits. Kenapa dengan Syaikh al-Albani?”

SUNNI: “Al-Albani mengutip perkataan Imam Ahmad bin Hanbal dalam sebagian kitabnya:
ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻔﻘﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﺤﻤﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺒﻪ
“Tidak sebaiknya bagi seorang ahli fiqih, memaksa orang lain mengikuti madzhabnya.”
Jadi kalau Anda mengakui al-Albani sebagai panutan Wahabi, Anda tidak perlu memaksa umat Islam yang memang bermadzhab Syafi’i, untuk mengikuti ajaran Wahabi yang anda ikuti.”

Wallahu a’lam.

NS : http://tinyurl.com/k8nu6z7

Rabu, 24 Juli 2013

REMAJA.......

katanya masa depan ditangan Anak-anak kita,.... bullshit...  !

apa yang orangtua berikan..... ?!!
dimana suara2 Ta'lim dirumah2 Anda... ?
kemana dengungan Ayat2 cinta dari Alloh SWT dirumah Anda...?

yang ada dirumah kita hanya Sinetron bullshit Lebay merusak !
dan berjejal Iklan2 mengexpose wanita2..... !

hingga adapun ada Ulama yg ingin beribadah poligami seakan2 sluruh manusia dari KERAK bumi ingin membumi luluh lantahkan itu Ulama hingga tiada lagi nampak dia dimuka jagad raya... ! tragisnya yg melakukannya adalah Umat ini sendiri.... !!!

namun. ketika ada seseorang yang jelas2 berMaksiat, berZinah..! belum lama kluar dr pengasingannya, sudah muncul berjejalan  disemua sektor media. bahkan jadi bintang acara Sahur Ramadhan....

kmna orang2 dalam kasus Ulama kita itu.... ??
BULLSHIT.... !!!

dimana orang yg bertanggung jawab dalm pendidikan... !?
BULLSHIT.... !?

dimana orang2 semua.... ?
BULLSHIT.. ... !

maka Remaja itu masadepan bangsa...
BULLSHIT....... !!!!!

Senin, 22 Juli 2013

We have a planning..... !!!!

Jika kalian tidak mau kebaikan dan tidak mau diberi kebaikan/menerima kebenaran/kebaikan. Maka silahkan sekehendak kamu untuk menentang Ayat ini.......
" maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf (ALBAKHOROH.232)

Allah SWT berfirman dalam Qs. an-Nisâ’ [4]: 19:
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai/menguasai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menghalangi mereka kawin dan menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji"

Dan juga tentanglah cara yang dibenarkan oleh Nabi-Nya yaitu....,
"Kalau wali-wali itu enggan maka Sultan atau hakim menjadi wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali". (Riwayat Abu Daud dan At-Tirmizi)....

jika Ayat dan Hadist diatas datangnya dari Alloh SWT dan penyampainya adalah Muhammad SWA. mengapa kalian yang mengaku hamba dan umatnya sangat bertentangan dari satu petunjuk yang kalian Imani...

Yang bersangkutanpun mengakui dan dengan santainya berkata. " ini benar.... " dan dilain waktu dengan entengnya keluarga itu berkata " biar saya yang menanggung dosanya.... " Nauzubillah...... binatangpun sepertinya tidak bodoh dan sejahat demikian.

Dan lalu dilain pihak juga kalian siapa... ? hanya kaum bar-bar dari negri entah bratah yang datang bergerombol secara arogan karna mendapat kabar selintas dari mahluk penyakitan. Sungguh ia hanya berlindung dari dosa dibalik kebodohan kalian atas rasa takutnya....
we have a planning....! tidak serta merta berjalan tanpa tujuan. meski tidak dipungkiri kami punya kesalahan namun kami brani maju kehadapan peradilan.... demi Zat yang kekuasaan ada digenggamanya, kalian salah menolong kejahilan.....

Senin, 15 Juli 2013

MAKSIAT MENGUNDANG BENCANA....

Ketika Madinah terguncang gempa, Khalifah Umar bin Khattab mengetukkan tongkatnya ke bumi dan berkata, “Wahai bumi adakah aku berbuat tidak adil?” lalu berkata lantang, “Wahai penduduk Madinah, adakah kalian berbuat maksiat? Tinggalkan perbuatan itu, atau aku akan meninggalkan kalian!” (Ibn Hajar, Fath al-Bari, IX/244)

Bertubi-tubi negeri ini ditimpa bencana. Korbanpun berjatuhan. Tidak sedikit nyawa melayang karenanya. Tidak hanya itu, korban harta benda pun sudah tidak terhitung
lagi jumlahnya. Bayangkan, hanya dalam sebulan, negeri ini ditimpa tiga bencana; banjir bandang di Wasior, tsunami diMentawai dan letusan gunung Merapi yang hingga hari ini
masih belum diketahui kapan akan berakhir.
Qadha’ Alloh SWT

Musibah memang merupakan qadha’ Allah SWT. Dengan tegas, Allah pun menyatakan, “Katakanlah (Muhammad), ‘Kita sekali-kali tidak akan terkena musibah, kecuali apa
yang telah Allah tetapkan kepada kita.’” (TQS at-Taubah[09]: 51).

Iya, musibah memang merupakan qadha’-Nya,
dan Dia Maha Tahu tentang setiap rahasia di balik keputusan-Nya. Imam Ahmad menuturkan dari Ali berkata, “Maukah aku
beritahukan kepada kalian tentang ayat yang paling utama dalam Kitabullah ta’ala, Rasulullah SAW telah menceritakannya kepada kami, (yaitu ayat): “Apa saja (musibah) yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh
perbuatan tangan-tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.s. As-Syura [42]: 30),
dan saya akan menafsirkannya kepadamu,
wahai Ali, apa-apa yang menimpa kalian berupa sakit, siksaan atau cobaan di dunia, sesungguhnya itu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian dan Allah SWT Maha Pemurah
dari hendak mengadzab dua kali kepada mereka ketika diakhirat, sedangkan apa-apa yang Allah maafkan di dunia maka Allah SWT Maha Lembut dari hendak kembali setelah
memaafkannya.”

Memang benar musibah merupakan keputusan dan hak prerogatif Allah SWT. Tetapi, melalui riwayat Ahmad di atas,
Allah menegaskan bahwa apa yang ditimpakan-Nya kepada manusia itu kadang kala berupa siksaan dan ujian. Nabi pun
menegaskan, baik ujian maupun siksaan itu sama-sama merupakan konsekuensi dari ulah tangan manusia. Karena itu, Allah SWT mengingatkan, agar kita menjaga diri dari tertimpa fitnah (adzab), yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim, tetapi juga orang-orang yang shalih (QS. al-Anfal [07]:
25).

Suatu ketika Zainab binti Jahsy bertanya kepada Nabi, “Wahai Nabi, apakah kami akan dihancurkan (oleh Allah), padahal di tengah-tengah kami ada orang-orang shalih?” Nabi menjawab, “Iya, jika keburukan (khabats) telah merajalela.” (HR Bukhari-Muslim).
Ketika Allah menyatakan, bahwa terjadinya kerusakan didaratan dan lautan adalah akibat ulah tangan manusia (QSar-Rum [30]: 41),

kerusakan yang dimaksud ini, menurut
para mufassir, bisa berupa kekeringan, pemanasan global, banjir bandang termasuk hancurnya ekosistem di lautan, dan lain-lain adalah ulah tangan manusia. Menurut as-
Shâbûni, yang dimaksud dengan ulah tangan manusia ini adalah faktor dosa-dosa dan kemaksiatan mereka (as- Shâ-bûni, Shafwatu at-Tafâsîr,). Tujuannya, agar mereka yang
ditimpa musibah tersebut bisa merasakan apa yang telah me-reka perbuat agar mereka kembali ke jalan yang benar (QS. ar-Rum [30]: 41).

Antara Ujian dan Adzab Karena musibah ini merupakan qadha’ Allah, maka rahasia
musibah ini hanya Allah Yang Maha Tahu. Hanya saja, Allah memberikan penjelasan kepada kita, bahwa musibah yang ditimpakan kepada manusia di muka bumi, memang bisa
jadi merupakan adzab. Allah berfirman, “Katakanlah, “Dialah yang Maha Kuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu dari atas kamu atau dari bawah kakimu. Perhatikan-lah, betapa kami mendatangkan tanda-tanda
kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami-(nya).” (TQS al-An’am [06]: 65)

Para mufassir menjelaskan, adzab yang datang dari atas seperti hujan batu, petir, badai, angin taufan, awan panas (wedhus gembel) dan lain lain, sedangkan adzab yang datang dari bawah bumi seperti gempa bumi, banjir, gunung
meletus, tsunami dan sebagainya. Mereka juga menegaskan, ayat ini ditujukan kepada ahli maksiat (Lihat, at-Thabari, Tafsir at-Thabari, VII/141).

Dalam nash yang lain, Allah juga menyatakan,
“Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian adzab yang dekat (didunia) sebelum adzab yang lebih besar (diakhirat), mudah-mudahan mereka kembali (kejalan yang benar).” (TQS as-Sajdah [32]: 21). Ibn ‘Abbas menjelaskan, bahwa adzab yang dekat itu adalah musibah dan bala’ di dunia, yang ditujukan kepada orang-orang fasik
atau ahli maksiat. Adzab itu diberikan kepada mereka didunia, sebe-lum di akhirat, agar mereka sadar, mau bertaubat dan kembali ke jalan Allah (at-Thabari, Tafsir at-Thabari,XXI/68).

Karena fenomena musibah ini sama, yaitu satu musibah yang diturunkan oleh Allah, tanpa memilah dan memilih obyek yang dikenai musibah, maka bagi orang-orang fasik dan ahli maksiat jelas merupakan adzab. Boleh jadi sebagian diantara mereka dibinasakan oleh Allah agar menjadi pelajaran bagi yang hidup, sehingga bagi yang sebelumnya durhaka dan mengingkari Allah dan hukum-hukum-Nya, bisa
segera bertaubat dan kembali ke jalan-Nya.
Adapun bagi orang-orang Mukmin, justru musibah ini menjadi ujian yang semakin meningkatkan kualitas keimanan dan ketaatannya kepada Allah SWT. Mereka
meyakini, bahwa musibah ini merupakan keputusan Allah.

Sikap mereka, sebagai-mana yang diajarkan oleh Rasul-Nya, adalah menerima semua keputusan-Nya, dengan lapang dada. Tidak ada keluhan, protes apalagi umpatan kepada
Allah. Mereka bersabar dan bersabar. Dengan begitu, mereka menda-patkan kebaikan, dosa-dosa mereka di masa lalu terampuni, dan surga pun siap menyambut mereka. Nabi bersabda, “Sungguh mengagumkan kondisi orang Mukmin, karena seluruh urusan-nya merupakan kebaikan. Jika dia mendapatkan kebaikan, dia bersyukur. Jika dia ditimpa kesulitan, dia bersabar, dan itu merupakan kebaikan baginya. Dan itu tidak mungkin diraih, kecuali oleh orang Mukmin.” (HR Muslim).

Baginda SAW juga menyatakan, “Tak
seseorang Muslim pun yang terkena duri atau lebih dari itu, kecuali dengannya Allah pasti akan angkat derajatnya, dan dengannya Allah akan hapus kesalahannya.” (HR Muslim).
Dalam riwayat lain dinyatakan, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Jika Aku uji hamba-Ku dengan kedua matanya, lalu dia bersabar, maka Aku akan menggantinya
dengan surga.” (HR Bukhari).

NS :  http://tinyurl.com/pett5se

Rabu, 26 Juni 2013

"Tori Kelly" dear no one

I like being independent
not so much of an investment
no one to tell me what to do

I like being by myself
don't gotta entertain anybody else
no one to answer to

but sometimes I just want somebody to hold
someone to give me their jacket when it's cold
got that young love even when we're old

yeah, sometimes I want someone to grab my hand. Pick me up, pull me close, be my man
I will love you till the end

so if you're out there, I swear to be good to you, but I'm done lookin' for my future someone cause when the time is right you'll be here, but for now, dear no one
this is your love song

oooh oh
I don't really like big crowds
I tend to shut people out
I like my space, yeaaaah
but I'd love to have a soul mate
and God will give him to me someday
and I know it'll be worth the wait

so if you're out there, I swear to be good to you. I'm done lookin' for my future someone
oooh, cause when the time is right you'll be here, but for now, dear no one
this is your love songggg.......

sometimes I just want somebody to hold
someone to give me their jacket when it's cold
got that young love even when we're old
yeaah sometimes I want someone to grab my hand
pick me up, pull me close, be my man
I will love you till the end

so if you're out there I swear to be good to you
but I'm done lookin' for my future someone
cause when the time is right you'll be here
but for now, dear no one
this is your love song.........

Rabu, 12 Juni 2013

John Lennon, John Travolta, Tom Cruise, Mice Jeger.... siapa yang tidak kenal mereka.... So, siapa Kholid Bin Walid.... ???

“Orang seperti dia, tidak dapat tanpa diketahui
dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan kaum Muslimin dalam peperangan melawan orang-orang kafir, kita harus mengangkatnya kedalam golongan pemimpin.

”Demikian keterangan Nabi ketika berbicara tentang Khalid sebelum calon pahlawan ini
masuk Islam. Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Bani Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.

Ayah Khalid yang bernama Walid, adalah salah
seorang pemimpin yang paling berkuasa di antara
orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Ka’bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka’bah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.

Ketika orang Quraisy memperbaiki Ka’bah tidak
seorang pun yang berani meruntuhkan dinding-
dindingnya yang tua itu. Semua orang takut kalau-kalau jatuh dan mati. Melihat suasana begini Walid maju ke depan dengan bersenjatakan sekop sambil berteriak, “Oh, Tuhan jangan marah kepada kami. Kami berniat baik terhadap rumahMu”.

Nabi mengharap-harap dengan sepenuh hati, agar
Walid masuk Islam. Harapan ini timbul karena Walid seorang kesatria yang berani di mata rakyat. Karena itu dia dikagumi dan dihormati oleh orang banyak. Jika dia telah masuk Islam ratusan orang akan mengikutinya. Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-’an
itu adalah kalimat-kalimat Allah. Dia pernah
mengatakan secara jujur dan terang-terangan, bahwa dia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu. Ucapan yang terus terang ini memberikan harapan bagi Nabi, bahwa Walid akan segera masuk Islam. Tetapi impian dan harapan ini tak pernah menjadi kenyataan. Kebanggaan atas diri sendiri membendung
bisikan-bisikan hati nuraninya. Dia takut kehilangan kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Quraisy. Kesangsian ini menghalanginya untuk menurutkan rayuan-rayuan hati nuraninya. Sayang sekali orang yang begini baik, akhirnya mati sebagai orang yang bukan Islam.

Suku Bani Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Bani Muhzum lah yang mengurus gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit. Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih
dibanggakan seperti Bani Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam di lembah Abu Thalib, orang-orang Bani Makhzum lah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu. Latihan Pertama Kita tidak banyak mengetahui mengenai Khalid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal kita tahu dengan pasti, ayah Khalid orang berada. Dia mempunyai kebun buah-buahan yang membentang dari kota Mekah sampai ke Thaif. Kekayaan ayahnya ini membuat Khalid bebas dari kewajiban-kewajibannya. Dia lebih leluasa dan tidak usah belajar berdagang. Dia tidak usah bekerja untuk menambah pencaharian
orang tuanya. Kehidupan tanpa suatu ikatan memberi kesempatan kepada Khalid mengikuti kegemarannya. Kegemarannya ialah adu tinju dan berkelahi. Saat itu pekerjaan dalam seni peperangan dianggap sebagai tanda seorang Satria. Panglima perang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan adalah satu hal terhormat di mata rakyat. Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya adalah orang-orang yang terpandang di mata rakyat. Hal ini memberikan dorongan keras kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan terhormat, seperti ayah dan paman-pamanya. Satu-satunya permintaan Khalid ialah agar menjadi orang yang dapat mengatasi teman-temannya di dalam hal adu tenaga. Sebab
itulah dia menceburkan dirinya kedalam seni
peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya kedalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang
keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya
mengagumkan setiap orang. Pandangan yang ditunjukkannya mengenai taktik perang menakjubkan setiap orang. Dengan gamblang
orang dapat melihat, bahwa dia akan menjadi ahli
dalam seni kemiliteran. Dari masa kanak kanaknya dia memberikan harapan untuk menjadi ahli militer yang luar biasa senialnya.
Menentang Islam Pada masa kanak-kanaknya Khalid telah kelihatan menonjol diantara teman-temannya. Dia telah sanggup merebut tempat istimewa dalam hati rakyat. Lama kelamaan Khalid menanjak menjadi pemimpin suku Quraisy.

Pada waktu itu orang-orang Quraisy
sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti dan
memusuhi agama Islam dan penganut-penganut
Islam. Kepercayaan baru itu menjadi bahaya bagi
kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sangat mencintai adat kebiasaannya. Sebab itu mereka mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas Islam harus dihancurkan sebelum tumbuh berurat berakar. Khalid sebagai pemuda Quraisy yang berani dan bersemangat berdiri digaris paling depan dalam penggempuran terhadap kepercayaan baru ini. Hal ini sudah wajar dan seirama dengan kehendak alam. Sejak kecil pemuda Khalid bertekad menjadi pahlawan
Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya dalam
pertentangan-pertentangan dengan orang-orang Islam.

Untuk membuktikan bakat dan kecakapannya ini, dia harus menonjolkan dirinya dalam segala pertempuran. Dia harus memperlihatkan kepada sukunya kwalitasnya sebagai pekelahi.
Peristiwa Uhud Kekalahan kaum Quraisy di dalam perang Badar membuat mereka jadi kegila-gilaan, karena penyesalan dan panas hati. Mereka merasa terhina. Rasa sombong dan kebanggaan mereka sebagai suku Quraisy telah meluncur masuk lumpur kehinaan Arang telah tercoreng di muka orang-orang Quraisy. Mereka seolah-olah tidak bisa lagi mengangkat dirinya dari lumpur kehinaan ini. Dengan segera mereka membuat
persiapan-persiapan untuk membalas pengalaman pahit yang terjadi di Badar.
Sebagai pemuda Quraisy, Khalid bin Walid pun ikut merasakan pahit getirnya kekalahan itu. Sebab itu dia ingin membalas dendam sukunya dalam peperangan Uhud. Khalid dengan pasukannya bergerak ke Uhud dengan satu tekad menang atau mati. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini mengambil posisi
dengan membelakangi bukit Uhud.

Sungguhpun kedudukan pertahanan baik, masih
terdapat suatu kekhawatiran. Di bukit Uhud masih ada suatu tanah genting, di mana tentara Quraisy dapat menyerbu masuk pertahanan Islam. Untuk menjaga tanah genting ini, Nabi menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi memerintahkan kepada mereka agar bertahan mati-matian. Dalam keadaan bagaimana jua pun jangan sampai meninggalkan pos masing-masing.
Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara
Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi ragu-ragu mengingat kekalahan-kekalahan yang telah mereka alami diBadar. Karena kekalahan ini hati mereka menjadi kecil menghadapi keberanian orang-orang Islam. Sungguh pun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka telah gagal untuk mempertahankan tanah yang mereka injak. Kekuatannya menjadi terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin Walid tidak goncang dan sarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali anak buahnya dan mencari kesempatan baik guna
melakukan pukulan yang menentukan.

Melihat orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas ditanah genting tidak tahan hati. Pasukan Islam tertarik oleh harta perang, harta yang ada pada mayat-mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian besar pemanah-pemanah, penjaga tanah genting meninggalkan posnya dan menyerbu kelapangan. Pertahanan tanah genting menjadi kosong. Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan baik ini. Dia menyerbu ketanah genting dan mendesak masuk. Beberapa orang pemanah yang masih tinggal dikeroyok bersama-sama. Tanah genting dikuasai oleh
pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari belakang.
Dengan kecepatan yang tak ada taranya Khalid masuk dari garis belakang dan menggempur orang Islam dipusat pertahanannya. Melihat Khalid telah masuk melalui tanah genting, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai-berai berkumpul kembali dan mengikuti jejak
Khalid menyerbu dari belakang. Pemenang-pemenang antara beberapa menit yang lalu, sekarang telah terkepung lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi gawat.
Khalid bin Walid telah merobah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi karena gemilangnya Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang Islam. Hanya pahlawan Khalid lah yang dapat mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia pula yang sanggup menarik kembali tentara yang telah cerai-berai dan
memaksanya untuk bertempur lagi. Seni perangnya yang luar biasa inilah yang mengungkap kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.

Ketika Khalid bin Walid memeluk Islam ( untuk kisah masuk Islamnya Kholid Bin Walid akan dibahas dikesempatan lain ) Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan
hasil gemilang atas segala upaya jihadnya. Betapapun hebatnya Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan berbagai luka yang menyayat badannya, namun ternyata kematianya di atas ranjang. Betapa menyesalnya Khalid harapan untuk mati sahid di medan perang ternyata tidak tercapai dan Allah menghendakinya mati di atas tempat tidur,

sesudah perjuangan membela Islam yang luar biasa itu. Demikianlah kekuasaan Allah. Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya sesuai dengan kemaua-Nya. Pribadi yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari
dimana ia berjabat tangan dengan Rasulullah saw, berikrar dan bersumpah setia….saat itulah dia merasa dilahrikan kembali sebagai manusia “Dialah orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”

Suatu saat Khalid bin Walid pernah menceritakan
perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah:
“Aku menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah; kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash. Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah dekat dengan Rasulullah saw kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”

Rasulullah bersabda, “Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal sehat, dan aku berharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…” Oleh karena itulah, aku berjanji setia dan bai’at kepada beliau, lalu aku Mohon “Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”
Dalam perang Muktah, ada tiga orang Syuhada
Pahlawan, mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga adalah Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang ditangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersama
panjinya sampai ia tewas. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.”

“Kemudian panji itu diambil alih oleh suat Pedang dari pedang Allah, lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.”
Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui
syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi ditengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi…

Tak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan
kudanya kearah Khalid bin Walid, sambil berkata
kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu
Sulaiman…!”
Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru
masuk Islam, tidak layak memimpin pasukan yang didalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, arif bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab, “Tidak….. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai
perang Badar!” Tsabit menjawab, “Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!” kemudian ia berseru kepada semua
pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah
pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Setuju!”
Dengan gesit panglima baru ini melompati kudanya, didekapnya panji suci itu dan mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan diterjang. Sejak saat itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh Allah baginya…

Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum
muslimin banyak berjatuhan, dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan tempur. Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat
dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah
bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari
kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat Pada saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana
perang berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa mukjizat, dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya dalam
perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar
kepada Khalid bin Walid, “Si Pedang Allah yang
senantiasa terhunus”.

Sepeninggal Rasulullah, wafat, Abu Bakar memikul tanggung jawab sebagai Khalifah. Dia menghadapi tantangan yang sangat besar dan berbahaya, yaitu gelombang kemurtadan yang hendak menghancurkan agama yang baru berkembang ini. Berita-berita tentang pembangkangan kaum-kaum dan suku-suku
Di Jazirah Arab ini, dari waktu ke waktu semakin
membahayakan. Dalam keadaan genting seperti ini, Abu Bakar sendiri maju untuk memimpin pasukan Islam. Tetapi para sahabat utama tidak sepakat dengan tindakan Abu Bakar ini. Semuanya sepakat untuk meminta Khalifah agar tetap tinggal di Madinah. Sayyidina Ali terpaksa menghadang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang sedang ditungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukannya menuju medan perang, sembari
berkata, “Hendak kemana Engkau wahai Khalifah
Rasulullah, akan kukatakan kepadamu apa yang
pernah dikatakan Rasulullah di hari Uhud: “Simpanlah pedangmu wahai Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan dirimu!”
Di hadapan desakan dan suara bulat kaum muslimin, Khalifah terpaksa menerima untuk tetap tinggal dikota Madinah. Maka setelah itu, di bagilah tentara Islam menjadi sebelas kesatuan, dengan beban tugas tertentu. Sedang sebagai kepala dari keseluruhan pasukan tersebut, diangkatlah Khalid bin Walid. Dan setelah menyerahkan bendera kepada masing-masing
komandannya, Khalifah mengarahkan pandangan kepada Khalid bin Walid, sambil berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa sebaik-baik hamba Allah dan kawan sepergaulan, ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang diantara pedang Allah yang ditebaskan kepada orang-orang kafir dan munafik…!”

Khalid pun segera melaksanakan tugasnya dengan berpindah-pindah dari suatu tempat medan tempur kepertempuran yang lain, dari suatu kemenangan-kemenangan berikutnya.
Datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar, kepada Panglima yang tak tertandingi ini, agar berangkat menuju Yamamah untuk memerangi Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka yang terdiri dari gabungan aneka ragam tentara murtad yang paling berbahaya. Pasukan ini di pimpin oleh Musalimah al-Kadzdzab.. Khalid bersama pasukannya mengambil posisi didataran bukit-bukit pasir Yamamah, dan menyerahkan
bendera perang kepada komandan-komandan
pasukannya, sementara Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurhakaan bersama dengan pasukan tentaranya yang sangat banyak, seakan-akan tak akan habis-habisnya. Di tengah pertempuran yang berkecamuk amat dahsyat ini, Khalid melihat keunggulan musuh, ia lalu memacu kudanya ke suatu tempat tinggi yang terdekat, lalu ia melayangkan pandangannya keseluruh medan tempur. Pandangan cepat yang diliputi ketajaman dan naluri perangnya, dengan cepat ia dapat mengetahui dan menyimpulkan titik kelemahan
pasukannya. Ia dapat merasakan, ada rasa tanggung jawab yang mulai melemah di kalangan parajuritnya di tengah serbuan-serbuan mendadak pasukan Musailamah.

Maka diputuskanlah secepat kilat untuk memperkuat semangat tempur dan tanggung jawab pasukan muslimin itu. Di panggilnya komandan-komandan teras dan sayap ditertibkannya posisi masing-masing dimedan tempur, kemudian ia berteriak dengan
suaranya yang mengesankan kemenangan:
“Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing…, akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!”
Orang-orang Muhajirin maju dengan panji-panji
perang mereka, dan orang-orang Anshor pun maju dengan panji-panji perang mereka, kemudian setiap kelompok suku dengan panji-panji tersendiri. Semangat juang pasukannya jadi bergelora lebih panas membakar, yang dipenuhi dengan kebulatan tekad, menang atau mati syahid. Sedangkan Khalid terus menggemakan Takbir dan Tahlil, sambil memberikan komando kepada para komandan lapangannya. Dalam waktu singkat, berubahlah arah pertempuran, prajurit-prajurit pimpinan Musailamah
mulai berguguran, laksana nyamuk yang meggelepar berjatuhan.

Khalid bin Walid berhasil menyalakan semangat
keberaniannya seperti sengatan aliran listrik kepada setiap parajuritnya, itulah salah satu keistimewaannya dari sekian banyak keunggulannya. Musailamah tewas bersama para prajuritnya, bergelimpangan memenuhi
seluruh area medan pertempuran, dan terkuburlah selama-lamanya bendera yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan.
Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk berangkat menuju Irak, maka berangkatlah sang Mujahid ini ke Irak. Ia memulai operasi meliternya di Irak dengan mengirim surat keseluruh Pembesar Kisra (Kaisar Persia) dan Gubernur-Gubernurnya di semua wilayah Irak. “Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnu Walid kepada para pembesar Persi. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Kemudian segala puji kepunyaan
Allah yang telah memporak porandakan kaki tangan kalian, dan merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan tipu daya kalian. Siapa yang shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, jadilah ia seorang muslim. Ia akan mendaptkan hak seperti hak yang kami dapatkan, dan ia berkewjiban seperti kewajiban kami. Bila telah sampai kepada kalian surat ini, maka hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah dariku perlindungan
jika tidak, maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, akan kukirimkan kepada kalian satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat mencintai hidup…!”

Para mata-mata yang disebarkannya ke seluruh
penjuru Persia datang menyampaikan berita tentang keberangkatan pasukan bala tentara yang sangat besar yang dipersiapkan oleh panglima-panglima Persia di Irak. Khalid tidak membuang-buang waktu, dengan cepat ia memersiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Persia tersebut. Dalam perjalanan menuju persia ini ia berhasil memperoleh kemenangan-
kemenangan, mulai dari Ubullah, As-Sadir, di susul Najaf, lalu Al-Hirah, Al-Ambar, sampai Khadimiah. Disetiap tempat yang berhasil ia taklukkan ia disambut wajah berseri penduduknya, karena di bawah bendera
Islam, mereka orang-orang yang lemah yang tertindas penjajah Persia, dapat berlindung dengan aman. Rakyat yang terjajah dan lemah selama ini banyak mengalami derita perbudakan dan penyiksaan dari orang Persia. Khalid selalu berpesan dengan peringatan keras, kepada seluruh pasukannya setiap kali akan berangkat ke medan tempur:
“Jangan kalian sakiti para petani, biarkanlah mereka bekerja dengan aman, kecuali bila ada yang hendak menyerang kalian, perangilah orang-orang yang memerangi kalian…”.

Kemenangan yang diraih oleh orang-orang Islam diIrak dari orang Persia menimbulkan harapan
diperolehnya kemenangan yang sama pada orang
Romawi di Syria. Khalifah Abu Bakar mengerahkan sejumlah pasukan dan menunjuk bebrapa orang pilihan sebagai Panglimanya, seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, Amr bin Ash dan Yazid bin Abu Sufyan serta Muawiyah bin Abu Sufyan. Pada saat balatentara Islam ini mulai bergerak, berita ini sampai kepada Kaisar Romawi. Ia menyarankan para menteri dan Jenderal-jenderalnya supaya berdamai saja dengan orang-orang Islam, dan berperang melawan mereka, karena itu hanya akan
menimbulkan kerugian saja. Tetapi para menteri dan Jenderal-Jenderalnya tetap bersikeras hendak
meneruskan perang sambil sesumbar: “Demi Tuhan, akan kita layani Abu Bakar itu, sampai ia tidak mampu mendatangkan pasukan berkudanya ke negeri kita ini.” Mereka menyiapkan tidak kurang dari 240.000 tentara
untuk peperangan ini. Para mata-mata pasukan
tentara Islam mengirimkan gambaran tentang situasi gawat ini kepada Khalifah. Mengetahui hal itu Abu Bakar berkata, “Demi Allah, semua kekhawatiran dan keragu-raguan mereka akan kusembuhkan dengan kedatangan Khalid.” Penyembuh kekhawatiran ini, berupa perintah berangkat ke negeri Syam kepada Khalid untuk memimpin seluruh pasukan Islam yang
sudah mendahului berada di sana. Dengan sigap
Khalid bin Walid melaksanakan perintah Khalifah, dan menyerahkan pimpinan pasukan di Irak kepada Mutsanna bin Haritsah, setelah semua urusannya diIrak selesai, ia segera berangkat menuju Syam. Dimedan perang, sebelum pertempuran di mulai, ia berdiri di tengah-tengah pasukannya sambil berpidato,
“Hari ini adalah hari-hari Allah, tak pantas kita di sini berbangga-bangga dan berbuat durhaka….Ikhlaskanlah jihad kalian, dan harapkan Ridlo Allah dengan perangmu! Mari kita bergantian memegang pimpinan, yaitu secara bergiliran. Hari ini salah seorang memegang pimpinan, besok yang lain, lusa yang lain lagi, sehingga seluruhnya mendapat kesempatan memimpin…!”

Balatentara Romawi, jika dilihat dari besarnya jumlah tentara dan perlengkapan persenjataan yang mereka miliki, merupakan sesuatu yang sangat mendebarkan bagi siapa saja yang melihatnya. Tak diragukan lagi, bahwa pasukan Islam sebelum kedatangan Khalid bin
Walid merasa gentar dan cemas serta gelisah dalam jiwa mereka. Hanya karena iman merekalah yang membuat hati mereka mantap.
Bagaimanapun hebatnya orang-orang Romawi dan balatentaranya, tapi Abu Bakar telah berkata, “Khalid yang akan menyelesaikannya…, Demi Allah, segala kekhawatiran mereka akan kulenyapkan dengan seorang Khalid! Biarkan orang-orang Romawi dengan segala kehebatannya itu datang! Bukankah bagi kaum muslimin ada tukang pukulnya?”

Khalid bin Walid membrifing komandan-komandan tentaranya, dengan mempersiapkan dan membagi-bagi pada beberapa kesatuan besar. Diaturnya langkah-langkah taktik dan strategi untuk menyerang dan bertahan, untuk menandingi taktik-taktik tentara Romawi, seperti yang telah dialaminya dari kawan-kawannya orang Persia di Irak, dengan melukiskan setiap kemungkinan dari peperangan ini. Sebelum terjun ke kancah peperangan, ada satu hal
yang sedikit menganggu pikirannya, yaitu
kemungkinan sebagian anggota pasukannya yang
melarikan diri, terutama mereka yang baru saja masuk Islam, setalah mereka melihat kehebatan dan keseraman tentara Romawi.

Salah satu rahasia kemenangan-kemenangan istimewa yang diraih Khalid dalam setiap pertempuran,ialah “Tsabat” artinya tetap tabah dan disiplin. Ia melihat, bahwa larinya dua tiga orang prajurit, akan menyebarkan kepanikan dan kekacauan pada seluruh kesatuan yang akan berakibat fatal, dan ini merpakan bencana. Oleh sebab itu, tindakannya sangat tegas dan keras sekali terhadap mereka yang membuang
senjata dan melarikan diri dari medan pertempuran.

Maka dalam peperangan Yarmuk ini, setelah seluruh pasukannya mangambil posisi, dipanggilnya perempuan-perempuan Muslimah untuk memanggul senjata. Mereka diperintahkan untuk mengambil posisi dibelakang barisan pasukan muslimin di setiap penjuru. Khalid berpesan kepada mereka, “Siapa saja yang melarikan diri dari medan pertempuran ini, bunuh saja mereka!”

Sebelum pertempuran dahsyat itu berlangsung,
Panglima tentara Romawi meminta Khalid Tampil ke  depan, karena ingin berbicara dengannya. Khalid tampil ke depan sehingga mereka berdua saling berhadapan di atas punggung kuda masing-masing, disuatu tempat tanah lapang diantara kedua pasukan. Panglima pasukan tentara Romawi yang bernama Mahan itu berkata kepada Khalid:
“Kami tahu, bahwa yang mendorong kalian keluar dari negeri kalian tidak lain hanyalah karena kelaparan dan kesulitan, jika kalian setuju, saya beri dari masing-masing kalian ini 10 dinar lengkap dengan pakaian dan makanan, asalkan kalian pulang kembali ke negeri
kalian. Dan di tahun yang akan datang saya akan
kirimkan sebanyak itu pula……!
Mendengar itu, bukan main marahnya Khalid, tapi hal tetap ditahan, sambil menggetakkan giginya, ia menganggap suatu penghinaan dan kekurang ajaran dari panglima Romawi itu. Lalu di jawabnya dengan berucap:
“Bahwa yang mendorong kami keluar dari negeri kami, bukan karena lapar seperti yang anda kira, tapi kami adalah suatu bangsa yang biasa minum darah. Dan kami sangat paham, bahwa tak darah yang lebih manis dan lebih enak dari darah orang-orang Romawi, karena itulah kami datang!”
Panglima Khalid bin Walid menggeretakkan kekang kudanya, sambil kembali ke barisan pasukannya, diangkatnya bendera tingi-tinggi sebagai tanda dimulainya pertempuran. “Allahu Akbar,…… berhembuslah angin surga,” teriaknya. Di tengah-tengah poertempuran sengit itu berlangsung, ada salah seorang dari tentara muslim yang mendekati Abu Ubaidan bin Jarrah, sambil berkata, “Aku sudah bertekad untuk mati syahid, apakah anda mempunyai pesan penting yang bisa kusampaikan kepada Rasulullah saw, jika aku menemuinya nanti?” Abu Ubaidah menjawab, “Ada, sampaikan kepada beliau,
Ya Rasululullah, sesungguhnya kami telah menemukan bahwa apa yang telah di janjikan Allah, memang benar!”

Setelah itu, lelaki itu pergi menyeruak ke tengah-
tengah medan pertempuran dengan menyerang bagai anak panah yang lepas dari busurnya. Ia menyerbu ketengah-tengah pertempuran dahsyat, merindukan tempat peraduan, sampai akhirnya ia mati syahid. Dia adalah Ikrimah Abu jahal, anak Abu Jahal. Ia berseru kepada barisan tentara orang-orang Islam, pada saat tekanan tentara Romawi semakin berat, dengan suara lantang, dia berkata, “Sungguh aku telah lama memerangi Rasulullah di masa lalu, sebelum aku mendapat hidayah dari Allah, masuk Islam. Apakah pantas aku lari hari ini, dari musuh-musuh Allah ini?”
sambil berteriak ia berseru kepada pasukan Muslim, “Siapa yang bersedia dan berjanji untuk mati?” Sekelompok pasukan muslimin berjanji kepada Ikrimah untuk berjuang sampai mati, kemudian mereka sama-sama menyerbu ke jantung pertahanan musuh, mereka hanya mencari kemenangan, tetapi jika kemenangan
itu harus ditebus dengan jiwa raganya, mereka sudah siap untuk mati syahid….. Allah menerima
pengorbanan dan bai’at mereka, mereka semuanya mati syahid. Di tengah pertempuran sengit itu, Khalid bin Walid mengerahkan 100 orang tentaranya, tidak lebih. Mereka diperintahkan untuk bersamanya menyerbu
sayap kiri pasukan tentara Romawi yang jumlahnya tidak kurang dari 40.000 orang tentara. Khalid berpesan kepada mereka,: “Demi Allah, yang diriku ditangan-Nya, tak ada lagi kesabaran dan ketabahan yang tinggal pada orang-orang Romawi, kecuali apa yang kami lihat! Sungguh, aku berharap Alloh memberikan kesempatan kepada kalian untuk menebas batang-batang leher mereka…!”

Kehebatan Khalid bin Walid ini sangat mengagumkan para panglima dan komandan tentara Romawi. Hal ini mendorong salah seorang dari mereka, bernama Georgius, mengundang Khalid pada saat-saat peperangan berhenti beristirahat, untuk bercakap-cakap. Panglima Romawi itu berkata kepada Khalid:

“Tuan Khalid,….jujurlah anda kepadaku, jangan
berbohong, sebab orang merdeka itu tak pernah
bohong! Apakah Tuhan telah menurunkan sebilah pedang kepada Nabi anda dari langit, lalu pedang itu diberikannya kepada anda, hingga setiap anda hunuskan terhadap siapapun, pedang tersebut pastimembinasakannya?”
jawab Khalid, “Oh, tidak.”
Orang itu bertanya lagi, “Mengapa anda dinamakan Si Pedang Allah?” Jawab Khalid, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Rasul-Nya kepada kami, sebagian kami ada yang membenarkannya, dan sebagian lagi ada yang mendustakannya sehingga Allah menjadikan
hati kami menerima Islam, dan memberi petunjuk kepada kami melalui Rasul-Nya, lalu kami berjanji setia kepadanya……, Rasulullah mendoakanku dan berkata kepadaku, “Engkau adalah pedang Allah diantara sekian banyak pedang-pedang-Nya.” Demikianlah, maka aku diberi julukan pedang Allah”.

Dialog selanjutnya terjadi antara panglima itu dengan Khalid: Kepada siapa anda sekalian diserunya? Kepada Men-tauhid-kan Allah dan kepada Islam Apakah orang-orang yang masuk Islam sekarang akan mendapatkan pahala seperti anda juga? Memang, bahkan lebih……..
Bagaimana dapat terjadi, padahal anda telah lebih
dahulu memasukinya? Karena sesungguhnya kami telah hidup bersama Rasulullah dan kami telah melihat tanda-tanda Kerasulan dan mukjizatnya, dan wajar bagi setiap orang yang telah melihat seperti yang kami lihat, dan
mendengar seperti yang kami dengar, akan masuk Islam dengan mudah. Adapun anda, wahai orang-orang yang belum pernah melihat dan mendengarnya, lalu anda beriman kepada yang gaib, maka pahala anda lebih berlipat ganda dan besar, bila anda membenarkan Allah dengan hati ikhlas serta niat yang suci…

Panglima Romawi itu kemudian berseru sambil
memajukan kudanya ke dekat Khalid dan berdiri
disampingnya “Ajarkanlah kepadaku Islam itu, wahai Khalid….! Maka setelah itu masuk islamlah sipanglima itu, dan salat dua rakaat, satu-satunya salat yang sempat dilakukan, karena setelah peristiwa itu kedua pasukan mulai bertempur lagi. Panglima Romawi, Georgius, yang sekarang bertempur di pihak kaum muslimin itu, dengan matian-matian menuntut syahid, sampai ia mencapainya dan ia mendapatkannya……..

Kehidupan Khalid bin Walid adalah perang sejak lahir sampai matinya. Lingkungan, Pendidikan,
pertumbuhan dan seluruh hidupnya, sebelum dan sesudah Islam, seluruhnya merupakan arena bagi seorang pahlawan Berkuda yang sangat lihai dan ditakuti Pedangnya adalah alat yang sangat ampuh sebagai penebus masa lalunya. Pedang yang berada dalam genggaman seorang panglima berkuda seperti Khalid, dan tangan yang menggenggam pedang itu digerakkan oleh hati yang bergelora serta di dorong oleh pembelaan yang mutlak terhadap agama yang suci, sungguh amat sulit bagi pedang ini untuk melepaskan
diri sama sekali dari pembawaannya yang keras dan dahsyat, dan ketajamannya yang memutus…….

Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata, “Tak ada seorang wanita pun yang akan sanggup melahirkan lagi laki-laki seperti Khalid.” Ia adalah pribadi yang sering dilukiskan oleh para sahabat-sahabat maupun musuh-musuhnya, dengan: “Orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”

Suatu saat ia pernah berkata: “Tak ada yang dapat
menandingi kegembiraanku, bahkan lebih pada saat malam pengantin, atau di saat dikaruniai Bayi, yaitu suatu malam yang sangat genting, dimana aku dengan ekspedisi tentara bersama orang-orang Muhajirin menggempur kaum musyrikin di waktu subuh.”

Ada sesuatu yang selalu merisaukan pikirannya
sewaktu masih hidup, yaitu kalau-kalau ia mati di
atas tempat tidur, padahal ia telah menghabiskan
seluruh usianya di atas punggung kuda perang dan dibawah kilat pedangnya. Ketika itu ia berkata: “Aku telah ikut serta berperang
dalam pertempuran di mana-mana, seluruh tubuhku penuh dengan tebasan pedang, tusukan tombak serta tancapan anak panah…….kemudian inilah aku, tidak seperti yang aku inginkan, mati di atas tempat tidur, laksana matinya seekor unta.”
Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia berwasiat kepada Khalifah Umar, agar Khalifah mewakafkan harta kekayaan yang ia tinggalkan, yang berupa Kuda dan Pedangnya. Selebihnya tidak ada lagi barang berharga yang dapat dimiliki oleh orang. Seumur hidupnya ia tak pernah dipengaruhi oleh keinginan, kecuali menikmati kemenangan dan berjaya mengalahkan musuh kebenaran. Tak satupun kesenangan duniawi yang dapat mempengaruhi keinginan nafsunya, kecuali hanya satu, yaitu barang yang dengan sangat hati-hati sekali dan
mati-matian ia menjaganya. Barang itu berupa Kopiah. Pernah suatu ketika, kopiah itu jatuh dalam perang Yarmuk. Ia bersama beberapa pasukannya dengan susah payah mencarinya. Ketika orang lain mencelanya karena itu, ia berkata, “Di dalamnya terdapat beberapa helai rambut dari ubun-ubun Rasulullah saw”.
Di saat jenazahnya di usung beberapa sahabat keluar dari rumahnya, sang ibu memandangnya dengan kedua mata yang bercahaya memperlihatkan kekerasan hati tapi disaput awan duka cita, lalu melepaskannya dengan kata-kata:
Jutaan orang tidak dapat melebihi keutamaanmu….

Mereka gagah perkasa tapi tunduk di ujung
pedangmu… Engkau pemberani melebihi Singa Betina….. Yang sedang mengamuk melindungi anaknya…… Engkau lebih dahsyat dari air bah…..
Yang terjun dari celah bukit curam ke lembah……
Rahmat Allah bagi Abu Sulaiman, Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada yang ada di dunia.
Ia hidup terpuji, dan berbahagia setelah mati…..

SUMBER  :  http://tinyurl.com/o3sofgz

Jumat, 10 Mei 2013

Alexandra. putri Lauren Booth keponakan Tony Blair dan sejumlah pelajar Inggris masuk Islam

Fenomena mengejutkan terjadi di sekolah-sekolah Inggris. Sebuah laporan baru-baru ini
menunjukkan, jumlah pelajar di Inggris yang masuk Islam terus bertambah signifikan.

Seperti dirilis Aljazeera, salah seorang pelajar yang masuk Islam adalah Alexandra. Siswa berusia 12 tahun putri Lauren Booth itu tidak lain
adalah keponakan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.
Alexandra mengikrarkan dua kalimat syahadat pada Ramadhan lalu. Setelah masuk Islam, Alexandra merasa bisa lebih rendah hati.

"Islam telah mengubah hidupku, memberiku kehormatan dan kerendahan hati. Aku juga menjadi lebih menghormati diri sendiri setelah memutuskan untuk mengenakan Jilbab," kata Alexandra.

Selain Alexandra, banyak pula pelajar lain yang masuk Islam. George Radev (14) misalnya. Siswa asal Swedia itu senang mengambil gambar menara masjid. Ketika mendengar adzan saat
menjalani hobi fotografinya itu, Radev merasakan sesuatu yang aneh. Ia pun bertanya kepada temannya sekolahnya, Abdullah dan Tamer,mengenai adzan. Akhirnya mereka mendapatkan banyak informasi
melalui internet. Pengetahuan baru tentang Islam itu mendorong Radev ingin memeluknya. Ia pun kemudian menyampaikan kepada keluarganya.
Aneh binajaib, keluarganya tidak keberatan dan menyuruhnya untuk mempelajari lagi keputusannya tersebut.

Akhirnya Radev pun memeluk Islam bulan lalu di London. Meskipun masih belia, Radev cukup peka dengan
"propaganda" media di Inggris tentang Islam yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. "Mengapa hanya kontroversi bodoh tentang Islam yang memenuhi media kami?" keluhnya.

Begitu pula halnya dengan Sheila Rudd (15) yang telah memeluk Islam tahun lalu. Pelajar dari Eardenj itu mengatakan bahwa media-media di
Inggris berupaya menghambat warga untuk masuk Islam.
Namun demikian, media-media
tersebut tidak dapat menghalangi hidayah Allah seperti yang dikaruniakan-Nya kepada dirinya.
Selain Alexandra, Radev dan Rudd, masih banyak pelajar Inggris lainnya yang berbondong-bondong masuk Islam.....

Gatson Institute menegaskan bahwa setiap bulan terdapat ratusan warga
Inggris yang masuk Islam.
Menurut sejumlah studi di Inggris, jumlah muslim telah bertambah 37 persen selama 6 tahun terakhir, diikuti dengan pertambahan jumlah masjid menjadi sekitar 1500 masjid.

NS  :  sinauexcell.blogspot.com

Selasa, 02 April 2013

SIAPAKAH JAMA'AH (JT) TABLIGH.... !!!

Assalamualaikum Wr, Wb….

Berikut Profil Singkat mengenai Jama’ah Tabligh.

Jama’ah Tabligh didirikan pada akhir dekade 1920-an oleh seorang Ulama yang bernama Muhammad Ilyas Kandhalawi di Mewat, India. Nama Jama'ah Tabligh sendiri bukanlah nama resmi gerakan ini, tetapi adalah semacam ‘gelar’ yang diberikan masyarakat umum. Bahkan, Muhammad Ilyas sendiri mengatakan : “Seandainya aku harus memberikan nama pada usaha ini maka akan aku beri nama "gerakan iman" .

Ilham untuk mengabdikan hidupnya total hanya untuk Islam terjadi ketika Maulana Ilyas melangsungkan Ibadah Haji kedua-nya di Hijaz pada tahun1926. Jamaah ini mengklaim tidak menerima donasi dana dari manapun untuk menjalankan aktivitasnya. Biaya operasional Tabligh dibiayai sendiri oleh pengikutnya. Markas internasional pusat Tabligh adalah di Nizzamudin, India. Kemudian setiap negara juga mempunyai markas pusat nasional, dari markas pusat dibagi markas-markas regional/daerah yang dipimpin oleh seorang Shura/yang dituakan. Kemudian dibagi lagi menjadi ratusan markas kecil yang disebut Halaqah. Kegiatan di Halaqah adalah musyawarah mingguan, dan sebulan sekali mereka khuruj selama tiga hari.

Khuruj adalah meluangkan waktu untuk secara total berdakwah, yang biasanya dari masjid ke masjid dan dipimpin oleh seorang Amir/ketua. Orang yang khuruj tidak boleh meninggalkan masjid tanpa seizin Amir khuruj. Tetapi para karyawan diperbolehkan tetap bekerja, dan langsung mengikuti kegiatan sepulang kerja. Sewaktu khuruj, kegiatan diisi dengan ta'lim (membaca hadits atau kisah sahabat, biasanya dari kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria), jaulah (mengunjungi rumah-rumah di sekitar masjid tempat khuruj dengan tujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah), bayan, mudzakarah (menghafal) 6 sifat sahabat, karkuzari (memberi laporan harian pada Amir), dan musyawarah. Selama masa khuruj, mereka tidur di masjid.

Sebagian kalangan memang mempermasalahkan, bahkan menuduh khuruj fisabilillah/keluar dijalan Alloh,  Jama’ah Tabligh selama 3 hari, 40 hari atau 4 bulan adalah bid’ah, sebab Nabi SAW dan para shahabat R,Hu tidak pernah melakukannya, dan demikian juga para salafuna shalih, dan yang pasti amalan ini tidak tercantum dalam kitab-kitab sunnah. Tetapi benarkah kemudian khuruj ini bisa dihukumi sebagai bid’ah yang sesat, sehingga sama saja bisa dikatakan Jama’ah Tabligh adalah aliran sesat? Mari kita simak penjelasannya…..

Keluar berdakwah (khuruj) 3 hari, 40 hari, dan 4 bulan itu bid’ah ?
Syaikh Aiman Abu Syadzi berkata, “Bid’ah secara khusus bermakna telah keluar dari aturan yang telah dibuat oleh Dzat pembuat syariat, yaitu Allah Swt. Dengan ketentuan seperti ini , maka segala sesuatu yang jelas dan dilakukan untuk berhubungan dengan agama atau tidak keluar dari aturan syariat, tidak termasuk bid’ah… “

Khuruj bukanlah sebuah bentuk ibadah(madzah) yang di ada-adakan semacam shalat, haji, dll. Jika ada pemahaman semacam ini, maka ini adalah kesalahpahaman yang harus diluruskan. karena khuruj adalah sebuah usaha menyampaikan dakwah yang teratur dan tertib. Lalu apakah dakwah ilallah yang bertujuan untuk membawa manusia kepada hidayah itu keluar dari syariat Alloh SWA dan Rasul-Nya ? Padahal Allah dengan tegas telah memerintahkan Nabi Saw dan kaum muslimin untuk berdakwah:
“Serulah (mereka) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan ajakan hasanah.” (An-Nahl:125)
Dan Firman-Nya pula :
“Dan hendaklah dari kalian ada segolongan umat yang mengajak kebaikan dan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali-Imran: 104)

Dan Nabi Saw pun telah memerintahkan berdakwah kepada seluruh umatnya dengan sabdanya,
“Sampaikanlah kalian dariku walaupun satu ayat.”
Dan sabda beliau, :“Hendaklah yang hadir dari kalian menyampaikan kepada yang tidak hadir.”
Jika demikian, lalu mengapa saudara kita yang berkecimbung dalam dakwah ini dicela ?
Apalagi memvonis mereka sebagai ahlu bid’ah ? Diantara mereka ada yang berkata, bahwa masalahnya adalah; mengapa harus 3 hari, 40 hari, atau 4 bulan? Pembatasan waktu inilah yang menjadikan khuruj disebut bid’ah. Maka disini akan diadakan pencerahan mengenai masalah ini, sehingga mereka yang hatinya mau menerima kebenaran bisa memahaminya….

Pembatasan dan pengkhususan pilangan terdapat banyak hadits-hadits shahih dan juga penjelasan ulama' salaf dan khalaf yang mengesahkan pembatasan dan pengkhususan waktu-waktu tertentu
untuk melaksanakan kewajiban syar’i Syaikh Aiman Abu Syadi berkata : "Mari kita memperhatikannya menurut ilmu Ushul Fiqih; Kami tidak menerima seandainya bilangan-bilangan ini disebut bermakna pembatasan, sebab masalah itu masuk dalam kaidah MAFHUM ‘ADAD (pengertian bilangan) . Dan menurut jumhur ahli ushul fiqih, pengertian bilangan bukanlah hujjah secara substansi. Dan tidak ada konotasi pemahaman untuk bilangan, serta tidak bermakna peringkasan atas jumlah tersebut.

Definisi Mafhum ‘adad adalah ; Penunjukan lafadz yang diqaidi (disyariatkan) dengan suatu bilangan untuk menafikan suatu hukum yang lebih atau kurang, atau untuk menetapkan suatu pertentangan hukumyang diqayyid (disyariatkan) dengan suatu bilangan ketika tidak adanya realisasi bilangan ini dengan dikurangkan atau ditambahkan. Apabila suatu hukum dikhususkan dengan bilangan tertentu dan dibatasi dengannya, seperti firman Allah ta’ala :
“…..Maka deralah mereka (yang menuduh itu) 80 kali dera.”(an-Nur:4).

Maka bilangan 80 ini tidak berarti menafikan hukum selain bilangan 80 tersebut, baik hukum yang lain itu bertambah atau berkurang dari hukum yang telah dibatasi oleh bilangan tadi. Definisi ini dibuat oleh Imam Al-Baidawi, Imam Al- Haramain, Abu Bakr Al-Bakilani, Imam Al-Amandi, dan mayoritas madzab Imam Hanafi. Mereka berargumentasi bahwa setiap bilangan, meskipun hakikatnya berbeda, namun tidak mengharuskan perbedaan dalam hukum-hukum penggabungan (isytirak). Bilangan-bilangan yang berbeda dalam satu hukum itu tidak terlarang. Selama permasalahannya adalah demikian, maka pengkhususan hukum dengan bilangan, tidak mewajibkan hukum tersebut dinafikkan dari bilangan lainnya, sehingga lafadz tersebut menunjukkan kepada yang lainnya.

Mari kita sesuaikan pendapat para ulama tersebut dengan hadits Nabi  sebagai contoh, karena keterbatasan halaman, kita memakai satu contoh saja : Imam An-Nawawi di dalam Riyadhush Shalihin menyampaikan wasiat yang disampaikan oleh para imam terhadap para pencari ilmu. Wasiat tersebut
diawali oleh imam Adz-Dzahabi dalam bab At- Taubah. Dari Abu hurairah R Hu, aku mendengar
Rasulullah bersabda,
“Demi Allah, sesungguhnya aku memohon ampun (beristighfar) kepada Allah dan
bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih daripada tujuh puluh kali.”

Imam Adz-Dzahabi pun menyampaikan dari Argharbin Yasar Al-Muzani, Rasulullah ybersabda, “Wahai manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah dan beristighfarlah kalian kepadaNya, karena Aku berstighfar dalam sehari 100 kali” (HR. Ahmad).

Di dalam hadits pertama disebutkan bahwa Nabi SAW beristighfar 70 kali dan didalam hadits yang lain disebutkan 100 kali. Manakah dari kedua hadits ini yang dimaksud oleh Nabi ? Apakah kedua perintah hadits ini dapat digabungkan dan diamalkan...?
Apakah kedua hadits ini saling bertentangan satu sama lainnya...?

Jawabannya, Pasti tidak bertentangan. Maksud istighfar dalam kedua hadits tersebut adalah
memperbanyak istighfar dan menghimbau untuk bertaubat dan kembali ke jalan Allah Ta’ala. Tidak ada pertentangan dan tidak ada perbedaan diantara kedua hadits tersebut, sebab perintah istighfar dalam kedua hadits tersebut tidak dibatasi oleh substansi bilangan 100 atau 70 kali. Siapa yang menginginkan lebih daripada jumlah tersebut, itu lebih baik dan diterima. Dan barangsiapa yang istighfarnya tidak sampai 100 atau 70 kali, iapun tidak berdosa dan tidak mengapa, sebab kedua jumlah ini hanyalah perintah mandubah dan mustahabah (disukai), yang menjadikan pelakunya terpuji dan tidak tercela bagi yang meninggalkannya..
Imam Az-Zarkasyi berkata, “Sesungguhnya pengkhusussan dengan bilangan tidak menunjukkan
bertambah atau berkurangnya suatu bilangan. Maksudnya tidak menunjukkan penolakan hukum yang dikhususkan dengan bilangan itu, baik bertambah atau berkurangnya bilangan tersebut.”
Pendapat ini sama dengan perkataan ulama ushul fikih. Menurut pendapat yang shahih, bahwa
pengertian bilangan tidak selalu merupakan dalil ketetapan dan pembatasan. Lalu apakah masuk akal, tuduhan orang yang mencela dan menganggap bahwa, jama’ah Tabligh telah membatasi dakwah mereka dengan hitungan hari-hari tertentu dan khusus, seperti 3 hari, atau 40 hari, dan seterusnya ?
Padahal 3 hari, 40 hari, atau 4 bulan itu bukan hujjah dan tidak bermakna pembatasan dan peringkasan dalam kewajiban dakwah, bilangan hari-hari tersebut hanya untuk mempermudah tertib waktu yang digunakan oleh para ahli dakwah dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya. Hal ini bisa dibuktikan dari perkataan para ulama jama’ah ini, bahwa Waktu-waktu itu hanyalah untuk kemudahan tertib, bukan sebagai pembatasan. Syaikh umar palanpuri di dalam penjelasannya disalah satu ijtima’/pertemuan berkata, “siapa yang siap khuruj fi sabilillah 40 hari ?” lalu ada seorang pemuda berdiri, dan berkata, “ ya syaikh kenapa harus 40 hari ?" Lalu syaikh menjawab, “Baik siapa yang siap 39 hari?”

Dengan demikian, -menurut konsep ini-, setiap jumlah bilangan hari ( 3 hari, 40 hari, 4 bulan) yang
disebutkan oleh para ahli dakwah atau yang tidak disebutkan oleh mereka di dalam tertib waktu-waktu tertentu untuk berdakwah di jalan Allah, tidak berarti menafikkan fadhilah dan hukum bilangan-bilangan yang selainnya, baik yang bertambah atau berkurang. Apabila ada yang keluar untuk berdakwah selama 2 hari, maka ia tetap akan medapatkan fadhilah berdakwah dan pahalanya.

Selanjutnya Imam Al –Izz bin Abdissalam di dalam Qawaa’idil Ahkam memberi isyarat dengan ucapannya tentang bid’ah-bid’ah wajibah, diantaranya yaitu : Sesuatu yang kewajibannya tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu hukumnya wajib. Dan semua perantara yang dengannya Kalamullah dan sabda Rasulullah yang dapat dipahami, maka hukumnya wajib. Seperti, sibuk mempelajari ilmu nahwu dan perkara lainnya yang tidak sempurna kewajibannya kecuali dengannya. Termasuk didalamnya pengkhususan waktu untuk mempelajari ilmu agama, sehingga dengan pengkhususan tersebut, dapat diketahui apa maksud Alloh dan Rasul-Nya, dan termasuk juga pengkhususan waktu untuk berdakwah dan menyebarkan risalah Nabi Saw. Dakwah ilallah serta menyampaikan risalah adalah kewajiban yang keutamaannya telah disepakati oleh kaum muslimin.

Demikian juga berbagai wasilah (perantara) yang mendorong untuk keberhasilan sesuatu misalnya
melalui penentuan waktu khusus untuk menjalankan kewajiban, dimana sempurnanya kewajiban tersebut bergantung pada waktu-waktu tersebut dan secara akal tidak dianggap berhasil kecuali dengan pengkhusussan waktu-waktu tersebut. Waktu-waktu itu termasuk sebagai wasilah (perantara) untuk menunaikan kewajiban yang tidak mungkin dapat dilaksanakan kecuali dengannya. Oleh sebab itu, tidak ada satu madrasah atau perguruan tinggi islampun, kecuali mengkhususkan waktu untuk mempelajari ilmu syariat yang bermacam-macam itu. Kami menemukan bahwa di fakultas-fakultas syariah di al Azhar asy-Syarif di kairo mesir, menentukan 4 tahun untuk mempelajari ilmu-ilmu syariat yang lurus. Demikian pula di fakultas-fakultas Ushuludin, dan fakultas–fakultas dakwah diuniversitas islam dimadinah munawarah, dan perguruan-perguruan tinggi islam yang tersebar diseluruh dunia islam.

Tentu tidak akan ada orang yang mengaku sudah mempelajari ilmu-ilmu agama, lalu ia mengaku bahwa pengkhususan waktu itu adalah bid’ah dan sesat, karena tidak dilakukan pada masa Rasulullah, Imam Al-Izz bin Abdisallam menyatakan bahwa menyampaikan risalah kepada generasi penerus adalah wajib secara ijma’. Dan kewajiban ini tidak sempurna, kecuali melalui wasilah yang dapat mendatangkan, mendorong, dan menunjukkan kepadanya. Dalam hal ini tidak ada batasannya, sebagaimana imam syatibi t telah berdalil didalam al ihtisham dengan berkata,

“Perintah penyampaikan syariat, tidak ada pertentangan didalamnya, karena Allah SWT berfirman :
“Wahai rasul, sampaikanlah sesuatu yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu.” (Al Maidah:67)
Umatnyapun diwajibkan untuk menyampaikan risalah tersebut. Didalam hadits disebutkan, ‘Hendaklah yang hadir diantara kalian menyampaikan kepada yang tidak hadir.” (Shahih Bukhari).
Dengan demikian, termasuk dalam bab ini adalah khuruj fi sabilillah dan segala penyampaian risalah yang telah dilaksanakan oleh para dai, sepanjang wasilah itu sesuai dengan syar’i, nash, dan maslahat umum, seperti mengarang buku dakwah, siaran radio dan televisi islam, kaset-kaset dakwah, yang semua itu tidak pernah ditemukan pda masa dahulu. Demikian pula jika adanya wasilah tertentu adalah hal ini menentukan waktu untuk mencapai kepada yang wajib, maka tidaklah mengapa, sebagaimana ditentukan waktu-waktu khusus untuk mempelajari alquran dan hadits, maka waktu-waktu tersebut, baik lama maupun sebentar, berhari-hari, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun, semua itu termasuk dalam wasilah kepada yang wajib; termasuk hokum meluangkan waktu untuk khuruj fi sabilillah demi meningkatkan keimanan dan keshalihan.
Penentuan waktu untuk tujuan syar’i termasuk sunnah Syaikh Aiman abu syadi berkata, “selanjutnya kami menyampaikan bahwa apabila kami menerima bantahan tentang tahdid (pembatasan) dalam mahfum adad—yaitu khuruj 3 hari, 40 hari, 4 bulan, dsb...

ini sebagai pembatasan waktu, maka siapakah diantara alim ulama muktabar yang mengatakan bahwa
pembatasan waktu untuk melakukan kewajiban-kewajiban syar’i itu adalah bid’ah sehingga harus
ditinggalkan? Berikut ini adalah dalil yang terdapat didalam hadits shahih Bukhari, kitab ilmu, Bab : Nabi SAW memelihara (waktu) kepada mereka untuk member mau’izhah dan ilmu agar mereka tidak bubar.” Ibnu Mas’ud a, meriwayatkan, “Nabi SAW mengatur (waktu) untuk kami dalam memberi nasehat di (sela) hari-harinya untuk menghindari kejenuhan terhadap kami.” (Mutafaqqun ‘alaih)

Ibnu hajar  menulis, “Ungkapan; bahwa Nabi  At-Takhawul berarti memelihara waktu untuk mereka, Almau’izhah berarti nasehat dan peringatan, lafadz al ilmu diathafkan kepada lafadz Al Mau’izhah sehingga termasuk dalam bab ‘Mengikutkan lafazh yang umum kepada yang khusus’, karena Al ilmu mengandung Mau’izhah dan yang lainnya. Diathafkan demikian, karena Mau’izhah terdapat dalam nash hadits dan lafazh al ilmu disebutkan sebagai dasar pengambilanhukum.”

Perhatikanlah pendapat Imam hafizh Ibnu hajar diatas, bahwa Al Mau’izhahadalah nasehat dan
peringatan. Dan kita ketahui bahwa tidak ada aktivitas dakwah kecuali berupa nasehat dan peringatan terhadap manusia tentang ajaran-ajaran agama mereka. Lalu apakah nasehat dan peringatan termasuk dalam aktivitas dakwah atau tidak ? Bagaimana Nabi SAW memelihara waktu untuk mereka dalam waktu tertentu dan terbatas, sehingga mereka tidak jenuh apabila dilakukan sehari-hari. Dan perhatikalanlah, ucapan hafizh Ibnu Hajar, bahwa lafazh Al ilmu diikutkan kepada lafazh Al Mau’izhah, termasuk dalam bab ‘Menngikutkan lafazh umum kepada yang khusus’, karena al ilmu mengandung mau’izhah dan yang lainnya. Dalil imam Bukhari dengan judul hadits diatas tentang penentuan waktu, tidak dikhususkan pada mau’izhah saja. Lafazh al ilmu bermakna umum, maka keumuman lafazh al ilmu ini memuat semua cabangnya, seperti fiqih, hadits, tafsir, dakwah, ushul, fiqih, nahwu, ulumul lughah, ulumul quran dan lainya masih banyak.Dan dalam mendengar dan mempelajari semua cabang ilmu tersebut, diperbolehkan mengadakan pembatasan dan penetuan waktu, baik berupa harian, mingguan, bulanan, atau tahunan, sebagaimana yang sudah berjalan di setiap perguruan tinggi islam yang tersebar di seluruh penjuru dunia islam. Mereka membatasi 4 atau 5 tahun untuk strata satu (S1), 4 tahun untuk mempelajari berbagai cabang ilmu lainnya, ada yang lebih dari 5 tahun dan ada yang kurang dari itu, bergantung pada aturan yang berlaku di masing-masing perguruan. Dan seluruh umat sepakat, bahwa hal tersebut adalah baik, bahkan mereka berlomba-lomba untuk menambah daurah ilmu tertentu dan mendukung sistem pengaturan tersebut. Belum ada seorangpun, sejak didirikannya sistem
tersebut hingga sekarang ini–, yang mengklaim bahwa hal tersebut adalah bid’ah atau sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi y dan para sahabat dengan membatasi 4 tahun untuk mempelajari hadits dakwah, ushul fikih, fiqih, dan lain-lain. Seandainya ada seseorang yang mengatakan hal itu bid’ah, tentu orang-orang akan menertawakannya. Demikianlah para anggota jama’ah Tabligh pun tidak membatasi 3 hari dalam setiap bulan, kecuali untuk menjaga rutinitas dakwah yang sesuai dengan masa, tempat, dan kondisi mereka sekarang ini. Mereka berusaha mengikuti metode Nabi y dalam menggunakan waktu yang mendukung untuk menasehati dan meningkatkan diri mereka dan manusia. Mereka tidak membatasi bahwa waktu-waktu tersebut adalah yang dilakukan oleh Nabi y, karena masalah ini sangat luas yang dapat diatur sesuai dengan kondisi dan siatuasi masing-masing individu, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh imam ibnu hajar al atsqalani rahimahullah.

Sahabat R,Hu  membatasi waktu Apakah pembatasan waktu tidak pernah dilakukan oleh
Sahabat R,Hu ? Mari kita simak penjelasan berikut. Terdapat beberapa keterangan bahwa para sahabat pun mengadakan pembatasan waktu dalam hal-hal tertentu. Para imam hadits, diataranya imam Bukhari telah membuat judul dalam kitab shahihnya, bab : “Seorang Ahli Ilmu Agama yang menjadikan hari-hari tertentu untuk memberi mau’izhah/ceramah.” Di dalamnya terdapat hadits dari abi wail, ia berkata, “Dulu Abdullah bin mas’ud memberi ceramah untuk orang-orang setiap hari kamis.” Lalu seorang laki-laki berkata, Ya aba Abdurrahman, sungguh senang hatiku apabila engkau member ceramah kepada kami setiap hari.” Jawabnya: tidak, aku dilarang berbuat demikian, sungguh aku benci, bila aku membuat kalian bosan. Dan sesungguhnya aku menjaga dan memelihara waktu kalian dalam memberi mauizhah/ceramah, sebagaimana Nabi SAW menjaga dan memelihara waktu kami dalam menasehati untuk menghindari kebosanan kami”.
Di dalam hadits ini terdapat pengkhususan hari kamis dari setiap minggu untuk memberi nasehat dan (meningkatkan) iman. Di dalam hadits ini juga terdapat pembolehan atas pembatasan dan penentuan waktu dalam rangka menasihati umat. Dan untuk mengerjakan semua cabang ilmu, seperti : fiqih, hadits, ilmu dakwah, tafsir, dan lain-lainnya, boleh dikiaskan kepadanya, baik waktu yang dibatasi sehari, dua hari atau tiga hari. Apabila kita mengenalisa judul bab atas hadits tersebut, sesungguhnya ilmu yang disebutkan dalam judul hadits tersebut adalah umum, bermacam-macam dan bercabang-cabang, memuat semua cabang ilmu, seperti fiqih, hadits, tafsir, bahasam bayan, balaghah, dakwah, ulumul quran, usuhul fiqih, mauizhah dan lain sebagainya. Dan semua cabang ilmu itu sebagai obyek pembahasan judul hadits. Hal ini bermakna, boleh mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk semua cabang ilmu tersebut.

Oleh sebab itu, setiap ahli ilmu membatasi waktu-waktu tertentu untuk murid-muridnya dalam mempelajari ilmu fiqih, baik sehari dalam seminggu, sehingga dalam sebulan bertjumlah 4 hari, atau dua hari dalam seminggu, sehingga sebulan menjadi delapan hari, atau lebih banyak atau lebih sedikit dari waktu –waktu tersebut. Ternyata tidak itu saja, sekarang pun seseorang dapat membatasi dengan mengkhususkan hari-hari tertentu baik itu hari jumat, sabtu, ahad, atau hari-hari lainnya. Dan itu juga dapat membatasi dan mengkhususkan waktu yang akan digunakan, misalnya: antara maghrib dan isya, atau setelah isya, atau setelah ashar, dan sebagainya. Apakah semua itu termasuk sunah atau bid’ah ? Kami jawab dengan tegas bahwa semua itu termasuk sunah, tanpa ada keraguan sedikitpun didalamnya, sebab hal tersebut telah dilakukan oleh Nabi SAW dan para sahabat, para tabiin, dan para imam, alim ulama mujtahidin pada abad ke III, dan juga oleh orang-orang yang mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk mempelajari ilmu yang mereka khususkan. Dan apabila kami memberi judul, misalnya ; “Seorang ahli hadits menjadikan hari-hari tertentu untuk memberi pelajarannya”. Apakah ada yang menetang judul ini ? Apakah ada yang menuduhnya bid’ah ?

Dapat dibayangkan, apabila ada seorang ulama berkata kepada masyarakat ; ”Wahai manusia, aku akan mengajarkan ilmu tafsir, insyaallah dalam minggu-minggu ini.” Lalu orang-orang yang hadir bertanya ; “Waktunya kapan ya ustadz, agar kami bisa menghadirinya?” Kemudian ulama tadi menjawab, “Tidak, kami tidak membatasi waktu tertentu, karena ini bid’ah. Namun datanglah kalian dalam minggu-minggu ini, dengan izin Allahlpelajaran dan ceramah akan dimulai.” Kemudian mereka datang pada hari sabtu, namun syeikh yang mulia tidak datang. Mereka pun berkata di dalam hatinya, “Syaikh yang alim tidak datang.” Syaikh tidak menentukan waktu belajarnya (karena beliau anggap membatasi waktu tertentu adalah bid’ah). Dan sebaliknya ia datng pada hari yang mereka tidak datang. Misalnya hari Jumat, maka ia tentu tidak dapat menemukan mereka. Syaikhpun berkata dalam hatinya, “Mereka itdak menyukai ilmu dan tidak menghendaki pelajaran”. Syaikh mencela masyarakatnya, dan masyarakatnya pun berbalik mencelanya. Kemudian syaikh berkata lagi, “kalau begitu datanglah lagi dalam minggu-minggu ini untuk mendengarkan pelajaran”. Lalu mereka bertanya, “Hari apa ya ustadz?” Syaikh menjawab, “Kami tidak menentukan hari karena hal itu adalah bid’ah, tetapi kalian datang saja.” Mereka meminta kepastian dan berkata” Jangan demikian, kami telah banyak kehilangan waktu, tentukanlah waktunya atau pelajaran tidak usah diadakan.”Perbincangan itu tidak akan berakhir, kecuali jika syaikh bersedia menetukan waktu khusus untuk mereka, agar pelajaran bagi mereka dapat terlaksanakan. Apakah dakwah terkeluar dan bukan dari salah satu cabang ilmu ? Dan kaum muslimin sejak masa Nabi SAW hingga sekarang rajin membuat kelompok yang mempelajari metode dakwah, teknik, dan tujuan-tujuannya. Inilah yang dipelajari oleh fakultas dakwah,
universitas al Azhar di Kairo Mesir, fakultas dakwah diMadinah al Munawarah, dan masih banyak diperguruan tinggi dunia islam lainnya. Apabila ditanya, apakah mengkhususkan waktu-waktu
untuk mempelajari dakwah dan menyebarkannya kepada umat, sunah atau bid’ah? Insyaallah akan
dijawab tanpa keraguan didalamnya, Yaitu Sunnah. Bahkan dakwah itu sebagai kewajiban dan
pengkhususan waktu untuk mempelajari dan menyebarkan dakwah Nabi Saw itu dilakukan oleh
sahabat R,Hu sebagaimana disebutkan shahih bukhari. Sesungguhnya para sahabat pun menentukan waktu untuk mencapai tujuan-tujuan syariat. Dan dakwah tidak berbeda dengan judul-judul yang disebutkan, seperti ilmu fiqih, hadits, tafsir, mau’izhah, dan lain-lain. Sebagaimana pengkhususan waktu untuk mempelajari dan menyebarkan cabang-cabang ilmu tersebut adalah sunnah—bukan bid’ah–, maka demikian pula dakwah, karena semuanya memiliki satu tujuan umum, yaitu mempelajari ilmu dan menyebarkannya. Imam Bukhari menetapkan bahwa penetapan waktu ini.

adalah jaiz (boleh), karena tanpa mengadakan demikian, maka dapat mendatangkan kesulitan.
Padahal menuntut ilmu hukumnya wajib, tidak boleh ditinggalkan. Imam al Kasymiri, dalam menjelaskan judul hadits ini, berkata: “Dia (imam Bukhari) memaksudkan penentuan
waktu seperti itu tidak disebut bid’ah.” Penyusun kitab “kewajiban mengajak kepada kitab dan sunnah” berkata “Aku bertanya kepada syaikh zainul abidin, “Apa pendapat kalian tentang khuruj 4 bulan dan 40 hari dalam setiap tahun ? Dan apa dalilnya? Beliau menjawab, “Hal ini sekedar untuk tertib (memudahkan pelaksanaan).”

Fatwa Al-Azhar ; Hukum Bepergian untuk Berdakwah (Khuruj) ala Jamaah Tabligh Pertanyaan : Apa hukum khuruj atau bepergian untuk berdakwah yang dilakukan oleh kelompok Jamaah
Tabligh? Apakah perbuatan itu termasuk bid'ah ?

Jawaban oleh Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum'ah Muhammad : Khuruj yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh adalah perbuatan yang boleh dilakukan bagi orang yang mampu untuk berdakwah dengan sikap lembut, penuh hikmah, dan mampu memberi nasihat dengan baik serta bersikap ramah dan sopan kepada orang-orang. Selain itu, orang tersebut juga harus mengetahui dengan baik apa yang dia sampaikan kepada orang-orang, tidak menelantarkan keluarganya dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

Adapun penetapan masa khuruj selama 4 hari, 40 hari dan lain sebagainya, hanyalah merupakan masalah teknis murni yang tidak ada hubungannya dengan masalah bid'ah. Ini selama pelakunya tidak meyakini bahwa penetapan jumlah hari itu adalah sesuatu yang disyariatkan. Demikianlah pendapat jumhur ulama dan para ahli ushul fiqih, bahwa pembatasan dan pengkhususan waktu untuk kepentingan agama tidaklah bertentangan dengan syariat, sehingga tidak dapat dikatakan bid’ah.   Wallahu a'lam

Kesimpulannya, ada ratusan bahkan ribuan gerakan/organisasi kaum muslimin yang ada didunia dengan berbagai macam ciri dan metode dakwah masing-masing, satu diantaranya adalah Jama’ah Tabligh. Harakah-harakah dakwah ini berkiprah dengan amal yang nyata, yang manfaatnya pun telah dirasakan oleh kaum muslimin secara luas. Namun memang harus diakui, tidak ada satu pun dari gerakan (harakah) atau organisasi tersebut yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Keluar (khuruj) ala Jama’ah Tablig, tetaplah hanya sebuah metode, yang ada keunggulan di dalamnya namun juga ada kekurangan-keruangannya.
Sebagaimana hal itu juga terjadi pada metode dakwah Ikhwan, Hizbut Tahrir, NU, Muhammadiyah dll. Kadang sebagian karkun (sebutan untuk anggota JT) terkesan over dalam menyampaikan dakwah sehingga terkesan memaksa, sok, dan mengada-ada. Atau kasus lainnya, ada beberapa diantaranya yang ‘berfatwa’ keliru tentang beberapa hukum syari’ah. Hal ini sebenarnya bisa dimaklumi tidak begitu menjadi masalah bila yang dihadapi adalah orang yang telah paham siapa jama’ah ini, semua paham, sebagian besar karkun adalah berlatar belakang dari masyarakat awam yang masih dalam proses pencarian. Tetapi hal ini benar-benar menjadi masalah bila terjadinya di komunitas masyarakat yang kebanyakan awam. Hal sepatutnya menjadi perhatian serius Jama’ah ini, agar menghimbau para anggotanya untuk lebih giat mendalami ilmu syariat sebagai bekal dakwah yang dilakoni. Namun sebenarnya, kekeliruan-kekeliruan sebagian karkun ini sangat manusiawi, lebih kepada personnya bukan tandzim (tata aturan) jama’ahnya. Dan tidak perlu hal ini disikapi secara apatis, skeptis dan sinis. Sebagai muslim,kita diwajibkan oleh Alloh SWA untuk selalu berhusnudzan kepada sesama muslim dan bila kita menemukan adanya penyimpangan dari sebagian saudara kita, hendaknya kita luruskan dengan cara yang arif. Sikap lembut dan kehati-hatian seseorang untuk tidak terjebak kepada sikap mudah menyalahkan menunjukkan kehanifan dalam beragama. Kita kadang sedih melihat sebagian saudara kita yang demikian mudah menvonis saudaranya yang lain sebagai golongan sesat. Tanpa didasari hujjah dan alasan yang kuat, bahkan terkadang hanya karena disebabkan hal sepele dan alasan yang sangat dibuat-buat. Apakah mereka ini tidak takut peringatan Rasulullah :
“Jika seseorang mengatakan kepada saudaranya (sesama muslim) “hai kafir” maka tudingan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya.” (HR.Bukhari)

Semua fitnah, tuduhan, tudingan, caci maki, gunjingan dan silap lidah justru akan menggembirakan syaitan, sudah saatnya dihentikan. Diganti dengan salam perdamaian, duduk bersama, saling sayang, saling isi, saling bantu, saling dukung dan saling bekerjasama erat. Bagaimana mungkin seseorang akan begitu mudah menjatuhkan vonis sesat/kafir kepada saudaranya yang lain padahal informasi yang masuk tidak berimbang, tidak sesuai kenyataan dilapangan, bahkan lebih berupa sebuah fitnah ?

Dan boleh jadi pula, suatu kelompok yang tadinya tergelincir dari kebenaran, suatu ketika mereka
melakukan perbaikan. Sehingga apa yang kita tudingkan kepada mereka sudah tidak ada lagi. Lalu
apakah kita tidak ikhlas kalau ada orang yang memperbaiki diri ? Alangkah indahnya sebelum melontarkan sebuah tuduhan kepada sesama muslim, kita terlebih dahulu menziarahinya serta bermunaqasyah (diskusi) secara kepala dingin. Agar komplain kita ada sikap saudara kita itu tersampaikan terlebih dahulu kepada yang langsung berurusan. Mungkin saja suatu kelompok atau jamaah punya satu dua kesalahan. Dan hal itu tentu sangat manusiawi. Tapi kurang bijak rasanya bila setiap kesalahan saudara kita selalu kita sikapi dengan tuduhan sesat, caci maki atau pengumbaran aib mereka dimasyarakat umum dan media. Seolah kita bergembira kalau ada saudara kita yang salah jalan. Karena bisa kita jadikan bahan pergunjingan dan cemoohan.

Nauzubillahimin zalik Semoga Allah memberikan kita semua Taufik dan Hidayahnya Aamiin

Di dalam link ini saya lampirkan beberapa fatwa dan pendapat para Alim Ulama tentang Jama'ah ini. Saya sediakan bagi Anda yang ingin mencari dalil/pencerahan... ===>> http://alturl.com/gw23g